Sunday 28 December 2025 - 23:45
Al-Ghadir Menutup Ruang Penyangkalan terhadap Wilayah Amirul Mukminin Ali (as)

Hawzah/ Hujjatul Islam Khorrami-Arani, dengan merujuk pada kitab Al-Ghadir karya Allamah Amini, menyebut karya tersebut sebagai sebuah mahakarya yang tak tertandingi serta benteng kokoh dalam menghadapi upaya distorsi dan pemalsuan sejarah.

Berita Hawzah – Hujjatul Islam Hasan Agha Khorrami-Arani, dalam wawancara dengan wartawan Berita Hawzah di Sari, Iran, dengan menyinggung peringatan hari kelahiran Amirul Mukminin Ali (as), serta pentingnya menjelaskan posisi historis dan teologis beliau, menyatakan bahwa ensiklopedia besar dan multijilid Al-Ghadir karya Allamah Amini merupakan warisan ilmiah yang abadi. Karya tersebut disusun dengan tujuan membela kezaliman yang dialami Amirul Mukminin Ali (as) serta membuktikan kekhalifahan langsung beliau sepeninggal Rasulullah (saww). Hal penting yang patut dicatat adalah bahwa seluruh sumber dan rujukan yang digunakan dalam kitab ini diambil dari karya-karya ulama Ahlusunnah.

Dosen hawzah tersebut menjelaskan keistimewaan luar biasa dari upaya riset Allamah Amini dan mengatakan bahwa almarhum Allamah Amini, demi menyusun karya monumental ini, menghabiskan sekitar 17 jam per hari untuk membaca dan meneliti. Dalam proses tersebut, beliau menelaah sekitar 10.000 jilid buku dari awal hingga akhir dan merujuk berulang kali kepada lebih dari 100.000 jilid kitab. Dampak besar karya ini sedemikian luas sehingga diriwayatkan bahwa dengan terbitnya satu jilid saja di Lebanon, banyak ulama dan pengikut Ahlusunnah yang terpengaruh oleh argumen ilmiah dan dokumentasi kuat dalam kitab tersebut, lalu memeluk mazhab Syiah.

Hujjatul Islam Khorrami-Arani juga menyinggung struktur dan cakupan ensiklopedia Al-Ghadir, seraya menambahkan bahwa dalam rancangan awalnya, karya ini direncanakan terdiri dari 20 jilid, di mana hingga kini baru 11 jilid yang telah diterbitkan, sementara 9 jilid lainnya belum dicetak. Allamah Amini sendiri menegaskan bahwa pembahasan inti dan prinsipil justru terdapat dalam sembilan jilid yang belum terbit, sedangkan sebelas jilid yang ada berfungsi sebagai pendahuluan. Ia meyakini bahwa jika keseluruhan jilid tersebut diterbitkan, dampaknya akan sangat besar di dunia Islam.

Ia menegaskan kekuatan dan ketelitian ilmiah kitab Al-Ghadir, seraya mengatakan bahwa meskipun isi kitab ini mungkin tidak disukai oleh sebagian kalangan, namun karena bersandar pada sumber-sumber yang kuat dan kredibel, selama hampir enam dekade sejak penerbitannya, tidak ada satu pun individu atau kelompok yang mampu membantah atau mengkritik secara ilmiah bahkan satu halaman dari kitab tersebut. Selain mendapat sambutan luas dari para ulama Syiah, Al-Ghadir juga memperoleh perhatian dan pujian dari banyak tokoh besar Ahlusunnah, termasuk para fuqaha, ahli hadis, dan bahkan tokoh politik, yang menulis berbagai kata pengantar dan apresiasi atas karya ini.

Ulama tersebut menegaskan bahwa dengan menulis Al-Ghadir, Allamah Amini telah menutup semua jalan penyangkalan dan pembenaran terhadap hadis Ghadir serta wilayah (kepemimpinan) Amirul Mukminin Ali (as), dan telah menegakkan hujjah bagi seluruh umat. Dalam kitab ini, hadis Ghadir diriwayatkan dari 110 sahabat Nabi (saww), 84 tabi‘in, dan 360 perawi yang bersumber dari kitab-kitab Ahlusunnah, dalam rentang waktu dari abad kedua hingga abad keempat belas Hijriah. Banyaknya sanad ini secara jelas membuktikan kemutawatiran hadis Ghadir.

Ia menambahkan bahwa Allamah Amini pernah menegaskan akan berhujjah pada Hari Kiamat terhadap para penentang Amirul Mukminin Ali (as), karena mereka telah menyita waktunya. Jika tidak demikian, katanya, ia akan mencurahkan seluruh tenaganya untuk menyebarkan ajaran murni Alawi, bukan semata-mata untuk membuktikan imamah. Sesungguhnya, Allamah Amini adalah sosok yang seorang diri berdiri menghadapi para pemalsu sejarah, dan dengan pena yang kuat, logis, dan tegas, ia menyingkap kebenaran yang tersembunyi dalam gelapnya lembaran sejarah serta membuktikan kekhalifahan langsung Imam Ali (as) kepada dunia.

Ia juga menekankan peran sentral peristiwa Ghadir dalam penjelasan suksesi Rasulullah (saww), seraya mengutip sabda Nabi: “Man kuntu maulāhu fa-hādzā ‘Aliyyun maulāhu.”

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha