Berita Hawzah – Hujjatul Islam wal Muslimin Habibullah Syabani hari ini, dalam acara peringatan syahid Ayatullah Muhammad Miftah di Tuyserkan, dengan meninjau secara historis hubungan antara hawzah dan universitas dalam tiga periode (Qajar, Pahlavi, dan Republik Islam) menyatakan: pada masa Qajar, hubungan hawzah dan universitas bersifat netral, namun pada masa Pahlavi dengan pendekatan materialistis dan kebarat-baratan, kebijakan resmi didasarkan pada menciptakan persaingan dan pertentangan antara keduanya.
Ulama Iran itu menambahkan: pemerintahan Pahlavi, untuk melemahkan hawzah, memperkuat universitas bukan semata-mata karena perhatian ilmiah, melainkan sebagai alat untuk menghapus agama dan pengetahuan Islam. Dengan menimbulkan perbedaan budaya dan ilmiah, mereka berusaha menempatkan kedua lembaga ini saling berhadapan.
Perwakilan Wali Faqih di Provinsi Hamedan, dengan menyinggung peran penting para ulama pejuang, menegaskan: tokoh-tokoh seperti Syahid Miftah, Syahid Muthahhari, Syahid Beheshti, dan Syahid Bahonar, dengan pemahaman mendalam terhadap kebijakan tersebut, secara praktis berdiri menentangnya. Dengan kehadiran aktif dan sadar di universitas, mereka membuka jalan bagi dialog, interaksi, dan sinergi antara hawzah dan universitas.
Beliau menjelaskan bahwa Syahid Miftah, selain memiliki keahlian hawzah dalam filsafat, fikih, dan pengetahuan Islam, dengan meraih gelar doktor filsafat memainkan peran penting dalam menghubungkan secara ilmiah hawzah dan universitas. Ia mengingatkan: Miftah berkeyakinan bahwa jika seorang pemuda atau mahasiswa menjauh dari agama atau ulama, ia tidak boleh dituduh, melainkan harus diajak berdialog dengan cara yang akrab dan ilmiah.
Hujjatul Islam Syabani menekankan: persatuan hawzah dan universitas bukan berarti menghapus perbedaan, melainkan berarti kerja sama, sinergi, dan perencanaan bersama untuk membentuk peradaban Islam baru; sebuah pendekatan yang kini telah menjadi kebijakan pasti Republik Islam.
Dengan merujuk pada pernyataan Pemimpin Tertinggi tentang “persatuan suci”, ia menegaskan: pelajaran sejarah menunjukkan bahwa setiap kali hawzah dan universitas berdampingan, musuh gagal, dan setiap kali terjadi jarak, kerugian muncul.
Anggota Majelis Ahli menekankan: hari ini, lebih dari sekadar peringatan, kita membutuhkan pemahaman dan pengamalan terhadap pemikiran para syuhada, khususnya Syahid Miftah, sebuah pemikiran yang berporos pada dialog, interaksi ilmiah, dan kebersamaan demi kejayaan Islam dan Iran.
Your Comment