Berita Hawzah– Sayyidah Fathimah Az-Zahra salamullah 'alaiha, sebagai putri tunggal Rasulullah Saw, adalah teladan paripurna bagi umat manusia—terutama kaum perempuan Muslim. Kepribadian beliau memiliki dimensi yang begitu luas dan mendalam, sehingga mengenalinya laksana mendapat pelita yang menerangi jalan pertumbuhan maknawi, baik dalam tataran individu maupun sosial.
Catatan ini bersandar pada sumber-sumber riwayat yang otoritatif untuk memaparkan lima poros utama dari sirah praktis dan akhlak Sayyidah Fathimah Az-Zahra 'alaihassalam. Beliau hadir sebagai model kehidupan yang komprehensif dan tetap relevan bagi manusia sepanjang zaman.
1. Menjaga kehormatan diri dan Rasa Malu: Pondasi Kepribadian Perempuan
Salah satu sifat paling menonjol dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra salamullah ‘alaiha yang banyak disebut dalam berbagai riwayat adalah rasa malu dan menjaga kehormatan diri. Rasa malu ini tidak hanya tampak dari penampilan luar, tetapi juga tercermin dalam cara beliau memandang, berbicara, dan bersikap. Semua itu membentuk kepribadian beliau yang luhur dan penuh kesantunan. Imam Ali ‘alaihis salam pernah menggambarkan kehidupan rumah tangganya dengan Sayyidah Fatimah dengan mengatakan, “Aku tidak pernah membuat Fatimah marah selama ia hidup, dan ia pun tidak pernah membuatku kesal.” Ungkapan ini menunjukkan betapa besar pengaruh rasa malu dan saling menjaga perasaan dalam membangun eumah tangga dan hubungan kekeluargaan yang tenang dan harmonis. Ketika rasa malu dijadikan dasar dalam bersikap, seseorang akan lebih menjaga harga diri, tahu batas dalam bergaul, dan lebih menghormati orang lain. Inilah pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari teladan hidup Sayyidah Fatimah az-Zahra (salamullah ‘alaiha), baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam pergaulan sehari-hari.
2. Hadir dan Berperan Aktif di Tengah Masyarakat
Walaupun Sayyidah Fatimah Az-Zahra salamullah ‘alaiha sangat menjaga kehormatan diri dan keluarganya, hal itu tidak membuat beliau menjauh dari masyarakat. Beliau tetap hadir, peka, dan peduli terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya.
Sayyidah Fatimah berperan langsung dalam membela hak kepemimpinan spiritual (imamah dan wilayah), terutama dalam peristiwa Fadak. Khutbah beliau yang tegas dan penuh semangat di Masjid Nabawi menunjukkan keberanian, kesadaran sosial, dan ketajaman pemahaman beliau terhadap kondisi umat. Semua itu dilakukan tanpa melanggar batas-batas syariat dan tetap menjaga kehormatan dirinya.
Kisah hidup beliau menunjukkan bahwa seorang perempuan bisa aktif di masyarakat, menyuarakan kebenaran, dan memberi pengaruh positif, tanpa harus meninggalkan nilai kesucian, kehormatan, dan akhlak yang baik.
3. Kesederhanaan dan Qana‘ah dalam Kehidupan
Imam Ja‘far As-Shadiq 'alaihissalam dalam menggambarkan kehidupan rumah tangga Sayyidah Fathimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib 'alaihamassalam bersabda:
“Imam Ali 'alaihissalm bertugas mengambil air dan kayu bakar, sementara Fathimah 'alaihassalam menggiling gandum, memanggang roti, dan menjahit pakaian.”
Gambaran ini mencerminkan kesederhanaan dan sikap qana‘ah dalam kehidupan keluarga suci keturunan Rasulullah Saw. Meskipun memiliki peluang untuk hidup dengan fasilitas yang lebih baik, mereka secara sadar memilih kehidupan yang sederhana dan menjauhi kemewahan.
Pola hidup seperti ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat saat ini yang sering terjebak dalam gaya hidup konsumtif dan terlalu mementingkan penampilan luar. Kesederhanaan Sayyidah Fathimah 'alaihassalam bukanlah karena kemiskinan, melainkan pilihan yang disadari sepenuhnya, berangkat dari nilai-nilai mulia dan pandangan hidup yang berorientasi pada pendekatan diri kepada Allah Swt, bukan kemewahan duniawi.
4. Pengorbanan dan Kedermawanan: Puncak Manifestasi Keimanan
Pengorbanan dan kedermawanan Sayyidah Fathimah Az-Zahra 'alaihas salam sudah sangat masyhur di kalangan semua orang. Diriwayatkan bahwa pada malam pernikahannya, beliau memberikan pakaian baru miliknya kepada seorang yang membutuhkan. Tindakan ini melampaui kebaikan biasa dan mencerminkan keluhuran jiwa serta orientasi ilahiah yang mendalam.
Dalam riwayat lain, Imam Hasan Al-Mujtaba 'alaihissalam menuturkan bahwa beliau melihat ibundanya pada malam Jumat beribadah hingga subuh dan berdoa untuk kaum mukmin, namun tidak mendoakan dirinya sendiri. Ketika ditanya alasannya, Sayyidah Fathimah 'alaihassalam menjawab: “Wahai anakku, dahulukan tetangga, baru kemudian diri sendiri.”
Pandangan ini menunjukkan dasar dan asas nilai kepedulian terhadap sesama dalam ajaran Islam, yang terwujud secara nyata dalam sirah praktis Sayyidah Fathimah Az-Zahra 'alaihassalam.
5. Pengelolaan Rumah Tangga dan Pendidikan Generasi: Tanggung Jawab Tertinggi
Meskipun memiliki kedudukan spiritual yang tinggi, Sayyidah Fathimah Az-Zahra 'alaihassalam tetap telaten mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggung jawab. Diriwayatkan bahwa beliau sering menggiling gandum dengan alat sederhana hingga tangan beliau terluka, dan membersihkan rumah sampai pakaiannya penuh debu. Meski lelah, semua itu tidak pernah membuat beliau melupakan misi pentingnya: mendidik generasi penerus.
Dengan metode yang bersifat praktis dan aplikatif, Sayyidah Fathimah 'alaihassalam menanamkan nilai ibadah, kecintaan kepada ilmu, dan kesadaran keagamaan kepada anak-anaknya. Diriwayatkan bahwa beliau pernah berkata kepada Imam Hasan 'alaihissalam: “Pergilah ke masjid, pelajarilah apa yang engkau dengar dari Rasulullah, lalu sampaikan kembali kepadaku.” Metode ini menunjukkan perpaduan harmonis antara pendidikan agama dan dorongan aktif terhadap pencarian ilmu.
Kesimpulan:
Secara keseluruhan, kehidupan praktis Sayyidah Fathimah Az-Zahra 'alaihassalam menjadi contoh yang utuh dan seimbang. Beliau menunjukkan bahwa menjaga kesucian diri tidak berarti harus menjauh dari masyarakat; hidup sederhana tetap bisa dipadukan dengan semangat berkorban; dan mendidik keluarga bisa berjalan beriringan dengan tanggung jawab sosial. Semua aspek ini saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain.
Beliau membuktikan bahwa seorang perempuan bisa sekaligus menjadi istri dan ibu yang baik, aktif berperan dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, menjadi hamba yang khusyuk, serta mendukung mereka yang lemah dan membutuhkan.
Pesan abadi dari kehidupan beliau bagi perempuan Muslim di segala zaman adalah jelas: tidak ada satu bidang kehidupan yang harus dikorbankan untuk mengutamakan bidang lainnya. Semua bisa dijalani secara harmonis, asalkan berlandaskan iman yang kuat, akhlak mulia, dan kesadaran penuh akan tanggung jawab yang Allah Swt amanahkan.
Your Comment