Tuesday 16 December 2025 - 04:56
Pandangan Islam terhadap Perempuan: Martabat Kemanusiaan dan Berbasis Keluarga

Hawzah/ Hujjatul Islam wal-Muslimin Pasandideh menyatakan bahwa Islam tidak menerima pandangan Barat pra modern maupun pandangan ekstrem modern. Dalam perspektif Islam, perempuan bukanlah jenis kedua dan bukan pula jenis pertama; melainkan perempuan dan laki laki adalah dua bagian dari satu hakikat kemanusiaan.

Berita Hawzah – Hujjatul Islam wal-Muslimin Abbas Pasandideh, Kepala Pusat Riset Akhlaq dan Psikologi di Pusat Kajian Al-Qur’an dan Hadis, pada Minggu sore dalam rangkaian sesi acara “Gaya Hidup Islami” yang diselenggarakan di Haram Sayyid Abdul Azim Hassani (as) bertepatan dengan Hari Perempuan dan Pekan Penghormatan Martabat Perempuan, menjelaskan pandangan Islam dan Barat mengenai perempuan dan gaya hidup.

Beliau menegaskan bahwa isu perempuan merupakan salah satu tantangan serius dunia kontemporer, khususnya di masyarakat Islam. Menurutnya, pemilihan gaya hidup perempuan adalah persoalan mendasar yang harus dijelaskan: model mana dan jenis kehidupan seperti apa yang layak dijadikan teladan. Masyarakat Islam saat ini berada di tengah serbuan beragam pemikiran, dan hal itu membuat pembahasan ini semakin sensitif.

Hujjatul Islam Pasandideh kemudian menyinggung latar sejarah pandangan Barat terhadap perempuan. Ia menjelaskan bahwa untuk memahami kondisi perempuan di Barat saat ini, sejarah tidak boleh diabaikan. Hingga sebelum abad ke-19, perempuan di Barat tidak memiliki identitas independen dan dianggap sebagai bagian dari laki-laki. Setelah menikah, perempuan secara hukum melebur menjadi satu pribadi dengan suaminya, dan pribadi itu adalah laki-laki. Karena itu, perempuan tidak memiliki hak kepemilikan, tidak dapat membuka rekening bank, tidak memiliki nama keluarga sendiri, bahkan tidak memiliki hak untuk mengajukan gugatan hukum terhadap suaminya.

Ia menambahkan bahwa dalam pandangan tersebut, perempuan diperlakukan layaknya anak kecil yang belum dewasa. Hukum tidak mengizinkan perempuan menggugat suaminya karena dianggap “seseorang tidak dapat menggugat dirinya sendiri”. Fakta-fakta ini memiliki dasar sejarah, meskipun bagi sebagian orang hari ini mungkin sulit dipercaya.

Kepala Pusat Riset Akhlaq dan Psikologi itu menjelaskan bahwa perubahan besar pada abad ke-18 dan 19 membuat Barat berusaha menebus ketidakadilan sejarah tersebut, namun justru jatuh ke ekstrem yang berlawanan. Jika sebelumnya perempuan dianggap sebagai bagian dari laki-laki, kemudian ia didefinisikan sebagai pulau yang sepenuhnya terpisah. Dalam pandangan baru ini, perempuan tidak hanya dipisahkan dari laki-laki, tetapi bahkan dari keluarga dan anak-anaknya, sehingga individualisme ini menjadikan ikatan keluarga sebagai sasarannya..

Ia melanjutkan bahwa meskipun perempuan akhirnya memperoleh hak kepemilikan ekonomi, bentuk kepemilikan lain justru ditonjolkan: perempuan diperkenalkan sebagai “pemilik tubuhnya sendiri”. Dalam sistem kapitalisme, konsep ini berubah menjadi kebebasan mutlak dalam memperlakukan tubuh, yang berujung pada objektifikasi perempuan dan reduksi identitasnya menjadi fisik dan penampilan. Perempuan berubah menjadi alat promosi dan komoditas pasar, fenomena yang dampaknya masih terlihat hingga kini, bahkan di luar dunia Barat.

Hujjatul Islam Pasandideh menegaskan bahwa Islam tidak menerima pandangan Barat pra‑modern maupun pandangan modern yang ekstrem. Dalam perspektif Islam, perempuan bukan jenis kedua dan bukan pula jenis pertama; perempuan dan laki-laki adalah dua bagian dari satu hakikat kemanusiaan. Sebagian aspek kemanusiaan bersifat bersama, dan sebagian lainnya sesuai dengan perbedaan jenis kelamin diberikan kepada laki-laki atau perempuan. Perbedaan ini bukan keunggulan atau kekurangan, melainkan bagian dari hikmah penciptaan.

Di akhir, beliau menekankan bahwa pilihan ada di tangan perempuan dan para gadis: apakah memilih jalan pembentukan manusia, keluarga sebagai pusat kehidupan, dan kemuliaan insani, atau mengulangi pengalaman pahit Barat yang kini bahkan membuat sebagian feminis mengalami penyesalan dan tekanan psikologis akibat dampaknya.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha