Wednesday 3 December 2025 - 10:21
Dua Sayap Asli Taubat: Taufik dari Allah dan Amal Manusia

Hawzah/ Taubat yang sejati bukan sekadar perjalanan atau perbuatan lahiriah semata; hakikatnya adalah penyesalan yang murni dari hati manusia. Allah-lah yang menganugerahkan taufik (kemudahan dan kemampuan) untuk bertaubat, kemudian Dia menerima taubat hamba-Nya. Istighfar dan zikir, hanyalah alat untuk menguatkan penyesalan itu, namun fondasi taubat adalah perubahan hati dan pikiran.

Dilansir dari Kantor Berita Hawzah, Ustadz Fathimiy Niya dalam salah satu ceramahnya membahas topik "Taubat: Kembali yang Sesungguhnya dan Penyesalan yang Hakiki", yang kami akan sajikan ulasannya, sebagai berikut:

Pintu taubat terbuka lebar, tetapi bukan dalam pengertian yang biasa dan dangkall. Sebagian orang berkata, "Aku akan melakukan dosa ini, nanti aku pergi ke Makkah untuk bertaubat," atau "Aku ingin pergi ke Masyhad untuk bertaubat."

Perlu disadari bahwa jenis ucapan seperti ini tidak menggambarkan makna taubat yang sesungguhnya dan pada hakikatnya itu juga keliru. Taubat bukanlah berarti seseorang menipu dirinya sendiri dengan pikiran bahwa "Saya akan pergi ke tempat tertentu, maka dosa saya akan diampuni." Namun inti dari taubat adalah penyesalan yang nyata, dan penyesalan ini harus terbentuk di dalam diri manusia; menciptakan penyesalan itu bukanlah berada di tangan Anda atau saya.

Beberapa contoh nyata menjelaskan hal ini: Seseorang berkata bahwa tadi malam ia "telah beristighfar (memohon ampun)," tetapi ia tidak memahami makna istighfar yang sesungguhnya. Istighfar dan taubat bukanlah perbuatan lisan semata; melainkan perubahan yang nyata dalam hati dan pikiran manusia.

Penyesalan adalah bagian dari keadaan batin manusia; seperti rasa takut, gundah, atau perasaan bersalah. Tidak satu pun dari keadaan ini berada di bawah kendali langsung manusia. Berbagai kondisi dan faktor eksternal harus terpenuhi terlebih dahulu agar manusia dapat merasakan penyesalan. Sebuah contoh yang menunjukkan bagaimana kondisi menciptakan penyesalan: Misalkan seseorang ingin membeli karpet untuk kamarnya, dan kemudian ia mengetahui bahwa barang tersebut ternyata milik seorang anak yatim. Peristiwa ini saja sudah cukup untuk menciptakan penyesalan dalam dirinya. Ia merasa harus memperbaiki kesalahan itu, dan inilah awal dari taubat yang sejati. Demikian pula, rasa takut dan gundah juga merupakan bagian dari keadaan batin manusia.

Contoh lain: Ketika seseorang merasa takut berhadapan dengan kalajengking yang ada di depannya; rasa takut ini merupakan hal yang wajar dan diluar kendalinya. Namun hal itu dapat menyebabkan kewaspadaan dan penyesalan pada diri manusia. Kegembiraan, kesedihan, dan penyesalan semuanya adalah keadaan batiniah manusia yang muncul diluar kendali dirinya.

Betapa banyak orang berpikiran bahwa taubat membutuhkan perjalanan ke tempat tertentu agar penyesalan itu muncul; tetapi faktanya adalah bahwa penyesalan harus terbentuk di dalam hati manusia itu sendiri, bukan karena tempat. Siapa pun, jika ia ingin berbenah diri dan memperhatikan amal perbuatan serta pikiran-pikirannya, ia dapat menyiapkan mukaddimah penyesalan di dalam hatinya sendiri.

Almarhum Allamah Thabathaba'i (rahimahullah) berkata: "At-Tawwab" memiliki dua makna.

Pertama adalah salah satu nama Allah (Asmaul Husna) yang berarti "Yang Maha Menerima Taubat." Namun, di sisi lain, "tawwab" juga berarti untuk orang yang menganugerahkan taufik taubat kepada manusia dan menerima taubatnya.

Beliau (Allamah Thabathaba'i) menjelaskan: "Kita bertaubat sekali, namun Allah 'bertaubat' dua kali. Taubat kita terjepit di antara dua 'taubat' Allah." Maksudnya adalah:

1. Pertama, Allah Swt memberikan taufik (kemampuan dan kemudahan) untuk bertaubat kepada manusia dan menumbuhkan gejolak penyesalan dalam hatinya. Ini adalah 'taubat' pertama dari Allah.

2. Kemudian, manusia pun bertaubat, dan Allah Swt menerima taubatnya. Ini adalah 'taubat' kedua dari Allah Swt.

Taubat yang sejati adalah taubat antara manusia dan Allah SWT.

Poin penting yang harus kita pahami adalah bahwa hakikat taubat dan inabah (kembali kepada Allah) adalah penyesalan yang tulus.

Oleh karena itu, ketika seseorang telah menyesal, maka istighfar, zikir, dan doa sebenarnya adalah pelengkap dari penyesalan itu dan berfungsi sebagai penghiasnya. Jika tidak ada penyesalan yang hakiki, maka taubatnya tidak terealisasi.

Dengan demikian, taubat dan inabah (kembali kepada Allah) yang sebenarnya bukan sekadar perbuatan lahiriah atau pergi ke tempat tertentu; melainkan menumbuhkan penyesalan di dalam hatinya, menyadari kesalahan, dan berusaha memperbaikinya. Inilah hakikat taubat.

Istighfar dan zikir adalah alat untuk memperkuat penyesalan ini dan membuatnya berkelanjutan, namun penyesalan itu sendiri adalah dasar dan pondasi taubat.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha