Berita Hawzah – Hujjatul Islam wal-Muslimin Ruhollah Harizavi, salah seorang ustaz Hawzah Ilmiyah Qom, dalam wawancara dengan wartawan Berita Hawzah di Sari, menjelaskan berbagai dimensi jihad tabyin dan menegaskan bahwa konsep ini merupakan jalan utama untuk mengembalikan masyarakat kepada ajaran-ajaran agama.
Dengan merujuk pada ayat 187 Surah Ali Imran:
«وَ اِذْ اَخَذَ اللّهُ میثاقَ الَّذینَ اوتُوا الْکِتابَ لَتُبَیِّنُنَّهُ لِلنّاسِ وَ لا تَکْتُمُونَهُ»
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya."
Beliau menekankan bahwa Allah telah mengambil perjanjian dari mereka yang memiliki akses kepada hakikat kitab samawi agar menjelaskannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.
Sebagai Wakil Kepala Organisasi Penyebaran Islam, ia membagi “Ahlul Kitab” ke dalam tiga kategori: ahl al-kitab, alladzina utu al-kitab, dan alladzina ataynahum al-kitab. Menurutnya, pembagian ini menunjukkan tingkatan tanggung jawab yang berbeda dalam menjelaskan ajaran agama. Para cendekiawan, kalangan terpelajar, dan mereka yang memahami Al-Qur’an memiliki tanggung jawab yang lebih berat dalam hal ini.
Harizavi kemudian mengutip ayat 52 Surah Ali Imran:
«فَلَمَّا أَحَسَّ عِیسَیٰ مِنْهُمُ الْکُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِی إِلَی اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِیُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ»
“Maka tatkala Isa merasakan adanya kekufuran dari mereka, ia berkata: ‘Siapakah penolongku menuju Allah?’ Para hawariyyun menjawab: ‘Kami adalah penolong Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri.’”
Berdasarkan ayat ini, beliau menjelaskan bahwa terkadang sebuah masyarakat yang tampak beriman justru mengalami “kekufuran nyata” (kufr mahsus), yakni tanpa disadari keluar dari jalan iman sejati.
Sebagai ustaz Hawzah Ilmiyah Qom, Harizavi juga membedakan antara “murtad fiqhi” dan “murtad politik”. Menurutnya, murtad politik terjadi ketika seseorang menerima prinsip-prinsip agama, tetapi menolak gaya hidup dan praktik Islami, lalu mencari teladan dari pola-pola non-Islam.
Dengan merujuk pada ayat 54 Surah Al-Maidah:
«یا أَیُّهَا الَّذِینَ آمَنُوا مَنْ یَرْتَدَّ مِنْکُمْ عَنْ دِینِهِ فَسَوْفَ یَأْتِی اللَّهُ بِقَوْمٍ یُحِبُّهُمْ وَ یُحِبُّونَهُ»
“Wahai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka pun mencintai-Nya”.
Beliau memperingatkan bahwa jika kaum beriman berpaling dari agama, Allah akan menggantikan mereka dengan kaum lain.
Keperluan Kembali kepada Tradisi Asli Islam
Hujjatul Islam wal-Muslimin Harizavi, dengan mengkritik sebagian tradisi yang keliru dalam masyarakat beriman, menyatakan: “Sayangnya, kita menyaksikan bahwa meskipun ada komitmen terhadap sebagian amalan sunnah, kewajiban-kewajiban seperti amar makruf dan nahi mungkar, hidup sederhana, serta membantu para pemuda dalam membentuk keluarga justru diabaikan.”
Beliau mengingatkan: “Ada keluarga yang ingin mengurangi mahar sesuai tradisi agama, tetapi tidak bersedia meninggalkan kemewahan dan formalitas yang tidak perlu dalam perabotan pernikahan. Hal ini menunjukkan adanya sikap memilih-milih dalam mengamalkan hukum-hukum agama.”
Dengan menekankan pentingnya persatuan di antara kaum Muslimin, beliau menegaskan: “Persatuan adalah sebuah kewajiban dan fardhu, bukan sekadar pilihan. Sayangnya, terkadang kita melihat bahwa para tetangga, meskipun telah hidup bertahun-tahun dalam satu kompleks, bahkan tidak mengenal keluarga satu sama lain.”
Sebagai Wakil Kepala Organisasi Penyebaran Islam, beliau merujuk pada perintah Pemimpin Tertinggi Revolusi tentang jihad tabyin dan menekankan: “Ini adalah kewajiban yang pasti dan mendesak. Semua orang yang memiliki akses kepada ajaran agama harus setiap hari menyisihkan setidaknya 15 hingga 30 menit untuk menjelaskan ajaran agama kepada masyarakat. Kita harus berikrar untuk berpartisipasi dalam jihad tabyin; kita harus menjelaskan pola-pola kehidupan beriman dan mengarahkan masyarakat kembali kepada tradisi asli agama.”
Your Comment