Berita Hawzah – Hujjatul Islam Parvizi, seorang dosen hawzah dan universitas di Iran, dalam program “Tanah Airku” di Radio Farhang, menekankan pentingnya meneladani sikap protes dan keteguhan Sayyidah Fatimah Zahra (sa), serta urgensi berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan dalam kehidupan para pemuda dan perempuan masa kini.
Di awal pernyataannya, beliau menyinggung peringatan hari kesyahidan Sayyidah Zahra (sa) dan juga tanggal 13 Aban, yang menurutnya merupakan salah satu momen nasional penting karena memuat tiga peristiwa bersejarah pada tahun 1343, 1357, dan 1358 Hijriah Syamsiah (1964, 1978, dan 1979 Masehi). Hari ini, kata beliau, menjadi simbol pembelaan terhadap kaum tertindas dan perlawanan terhadap arogansi global.
Menjawab pertanyaan tentang bagaimana generasi muda dan perempuan dapat menjadikan teladan Sayyidah Zahra (sa) sebagai inspirasi hidup, beliau menyatakan: “Salah satu ciri paling menonjol dalam kehidupan Sayyidah Zahra (sa) adalah keberanian menuntut hak dan keteguhan dalam menghadapi kezaliman. Beliau tidak diam dan memilih menyuarakan protes terhadap ketidakadilan yang terjadi, baik terkait hak Imam Ali (as) maupun hak beliau sendiri. Sikap ini menjadi bagian dari keunggulan beliau di antara para wanita dunia, bukan hanya dalam takwa, ilmu, dan ibadah, tetapi juga dalam keberanian dan pembelaan terhadap kebenaran.”
Beliau juga merujuk pada khutbah terkenal Sayyidah Zahra (sa) di masjid, yang menurutnya merupakan salah satu manifestasi paling jelas dari pembelaan terhadap kaum tertindas dan dukungan terhadap Imam Ali (as). Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana mungkin seorang wanita maksum dengan kedudukan tinggi turut hadir di tengah masyarakat, beliau menjelaskan bahwa Sayyidah Zahra (sa), dengan segala kemuliaannya, aktif mendampingi Rasulullah (saww) dan bahkan turut serta dalam beberapa peperangan sebagai perawat bagi para korban luka.
Hujjatul Islam Parvizi menegaskan bahwa Sayyidah Zahra (sa) tidak diam bahkan dalam urusan hak-hak pribadi beliau, dan berupaya untuk merebut kembali hak yang telah dirampas, meskipun kezaliman tetap berlangsung. Teladan ini, menurutnya, adalah pelajaran penting bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi para pemuda dan perempuan, agar tidak diam di hadapan ketidakadilan dan senantiasa membela kaum yang tertindas.
Beliau melanjutkan bahwa teladan Sayyidah Zahra (sa) tidak terbatas pada perempuan saja; pelajaran ini berlaku bagi seluruh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. “Jika hari ini kita memilih diam terhadap kezaliman, baik di tingkat nasional maupun internasional, maka sama saja kita memberi ruang bagi para pelaku kezaliman untuk terus menyalahgunakan kekuasaan,” ujarnya. Ia mencontohkan penderitaan rakyat Palestina sebagai bentuk nyata dari kezaliman global yang harus dilawan. “Sayyidah Zahra (sa) mengajarkan bahwa membela kaum tertindas adalah kewajiban di setiap waktu dan tempat, dan diam terhadap kezaliman tidak dapat dibenarkan.”
Menutup pernyataannya, beliau menekankan bahwa meneladani kepribadian Sayyidah Zahra (sa) berarti menumbuhkan keberanian untuk menolak kebatilan, membela kaum tertindas, dan menjaga martabat insani. Nilai-nilai ini, menurutnya, harus tercermin dalam perilaku dan tindakan para pemuda dan perempuan masa kini. “Sayyidah Zahra (sa) menunjukkan bahwa perempuan pun dapat memainkan peran aktif dan berpengaruh dalam membela kebenaran di tengah masyarakat.”
Beliau menambahkan: “Pandangan yang mendalam terhadap teladan hidup Sayyidah Zahra (sa) memberikan pelajaran bukan hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi laki-laki dan seluruh generasi muda, bahwa dalam menghadapi kezaliman dan ketidakadilan, kita tidak hanya harus membela hak kita, tetapi juga aktif dalam membela mereka yang tertindas. Diam terhadap kezaliman, di waktu dan tempat mana pun, hanya akan memberi peluang bagi para pelaku kejahatan. Sayyidah Zahra (sa) adalah teladan agung dalam menghadapi situasi semacam itu.”
Your Comment