Sunday 28 December 2025 - 13:47
Istilah "Hijap Paksa" adalah Rekayasa Musuh

Hawzah/ Anggota Dewan Tinggi Hawzah Ilmiyah, dengan menyinggung upaya musuh untuk mengubah identitas keagamaan dan nasional generasi muda, menyatakan: “Jika setiap orang, dengan dalih kebebasan individu, berhak menolak setiap hukum yang tidak disukainya, maka hukum apa yang akan tersisa? Logika inilah yang pada akhirnya menormalkan praktik homoseksualitas di Barat.”

Berita Hawzah – Ayatullah Mahmoud Rajabi, anggota Dewan Tinggi Hawzah Ilmiyah, dalam pelajaran akhlak mingguan yang diselenggarakan setiap Sabtu oleh Front Budaya Shabab al-Muqawamah, menyoroti kritik terhadap aliran pemikiran kontemporer yang mengklaim kebahagiaan manusia melalui kebebasan tanpa batas.

Anggota Majelis Khobregon Rahbari ini menegaskan mengenai pendekatan toleransi ekstrem terhadap agama: “Beberapa pihak mengatakan siapa pun boleh memeluk agama apa saja, dan tidak perlu ada sensitivitas terhadapnya. Pemikiran ini, yang disebarkan sebagai ‘kebebasan berpikir’ dalam liberalisme, pada akhirnya menghasilkan konsekuensi serius: bahkan jika seseorang menistakan keyakinan agama, dengan dalih kebebasan berpikir, tindakan itu dibiarkan.”

Ayatullah Rajabi menambahkan, tujuan sebenarnya dari aliran kebebasan Barat telah tampak jelas dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, di beberapa negara, Al-Qur’an dibakar dengan dalih kebebasan berpikir. Di Amerika Serikat, individu diperbolehkan melakukan apa saja selama tidak merugikan orang lain secara langsung, namun klaim kebebasan ini menutupi tujuan lain: menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan seperti membela yang tertindas dan menegakkan keadilan.

Menurutnya, jika kita menerima bahwa tidak ada kebenaran mutlak dan setiap orang bebas mendefinisikan kebenaran sesuai kehendaknya, maka konsep-konsep seperti keadilan, pembelaan terhadap yang tertindas, dan kecaman terhadap kejahatan (misalnya kejahatan rezim Zionis) akan kehilangan makna. “Dari perspektif mereka, bahkan Zionis merasa berhak membunuh orang lain berdasarkan ajaran agama mereka sendiri. Tapi apakah akal manusia bisa menerima hal itu?” tambahnya.

Beliau menekankan dampak pemikiran ini terhadap sebagian orang yang kurang memahami inti masalah: “Contohnya dalam hal hijab, yang hukumannya jelas dalam Islam dan hukum negara. Beberapa pihak, dengan alasan ‘pluralitas penafsiran’, mengatakan Islam tidak memiliki pendapat tunggal tentang hijab dan setiap orang boleh menafsirkan sendiri. Bahkan seseorang seperti Shirin Ibadi, yang bukan ahli hukum Islam, menyatakan hijab tidak wajib!”

Logika semacam ini, kata Ayatullah Rajabi, membuka jalan bagi munculnya sekte-sekte sesat seperti ‘Syiah Inggris’ dan membenarkan sikap acuh terhadap ketidakadilan: misalnya, ada yang berkata jika terjadi ketidakadilan di suatu tempat, itu bukan urusan kita. Inilah pola pikir yang disebarkan Amerika dan Zionis.

Dosen Hawzah Ilmiyah Qom itu juga menyoroti istilah yang dibuat musuh, seperti “hijab paksa,” yang menurutnya bagian dari konspirasi. Dalam Republik Islam, hijab adalah hukum Islam, berdasarkan akal dan syariat. “Jika setiap orang, dengan alasan kebebasan individu, bisa menolak hukum apa pun yang tidak disukainya, hukum apa yang akan tersisa? Logika inilah yang menormalisasi homoseksualitas di Barat, karena mereka telah menghapus sensitivitas terhadap nilai-nilai moral.”

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha