Berita Hawzah – Ribuan perempuan dan putri dari berbagai daerah di Iran, pada Rabu pagi 3 Desember, menghadiri pertemuan dengan Ayatullah al-Udzma Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, di Husainiyah Imam Khomeini (ra).
Dalam acara tersebut, Pemimpin Revolusi menyebut Sayyidah Fatimah Zahra (salamullahi 'alaiha) sebagai sosok arsyi yang dihiasi dengan sifat-sifat paling luhur di seluruh bidang kehidupan. Beliau menegaskan bahwa Islam memiliki pandangan yang jelas dan agung tentang kedudukan serta hak-hak perempuan, baik dalam ranah rumah tangga maupun masyarakat, serta menjelaskan berbagai keharusan dan larangan terkait perilaku laki-laki terhadap istri dan perempuan dalam beragam aspek.
Ayatullah Khamenei, dengan menyinggung keutamaan tak terbatas dari wanita penghulu dua alam itu dalam aspek ibadah dan khusyuk, pengorbanan dan kepedulian terhadap masyarakat, ketabahan menghadapi kesulitan dan musibah, pembelaan berani terhadap hak kaum tertindas, pencerahan dan penjelasan kebenaran, pemahaman serta tindakan politik, pengelolaan rumah tangga, peran sebagai istri dan ibu, serta kehadiran dalam peristiwa penting sejarah Islam, dan aspek aspek lainnya, menyatakan: “Perempuan Iran, alhamdulillah, menjadikan sosok matahari agung ini, yang menurut sabda Nabi Muhammad (sallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam) adalah pemimpin seluruh perempuan dunia sepanjang sejarah, sebagai teladan dan pelajaran, serta bergerak sesuai dengan tujuan beliau.”
Beliau menekankan bahwa kedudukan perempuan dalam Islam sangat tinggi dan luhur, serta menambahkan: “Ungkapan-ungkapan Al-Qur’an tentang identitas dan kepribadian perempuan merupakan ungkapan yang paling agung dan paling progresif.”
Dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an tentang peran setara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan dan sejarah manusia, serta peluang yang sama bagi keduanya untuk mencapai kesempurnaan spiritual dan derajat tertinggi, beliau menegaskan: “Semua hal ini bertolak belakang dengan kesalahpahaman orang-orang yang mengaku beragama tetapi tidak memahami agama, dan juga dengan pandangan mereka yang sejak awal menolak agama.”
Ayatullah Khamenei, dengan membawa logika Al-Qur’an tentang hak-hak perempuan dalam masyarakat, menyatakan: “Dalam Islam, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam aktivitas sosial, dunia usaha, kegiatan politik, serta dalam meraih sebagian besar jabatan pemerintahan dan bidang-bidang lainnya. Dalam perjalanan spiritual, usaha pribadi maupun gerakan sosial, jalan kemajuan bagi perempuan tetap terbuka.”
Beliau menolak budaya Barat yang dianggap rusak dan kapitalistik, seraya menambahkan: “Dalam Islam, demi menjaga martabat perempuan dan mengendalikan dorongan seksual yang kuat dan berbahaya, terdapat aturan dan ketentuan dalam hubungan laki-laki dan perempuan, kewajiban hijab, serta dorongan untuk menikah. Semua ini sepenuhnya sesuai dengan fitrah perempuan dan kebutuhan nyata masyarakat. Sementara itu, budaya Barat sama sekali tidak memperhatikan pengendalian dorongan seksual yang tak terbatas dan merusak.”
Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam adalah dua unsur yang seimbang, dengan banyak kesamaan serta sejumlah perbedaan yang berasal dari tubuh dan fitrah masing-masing. Beliau menyatakan: “Kedua unsur pelengkap ini berperan dalam mengelola masyarakat manusia, melanjutkan generasi, memajukan peradaban, memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mengatur kehidupan.”
Beliau, dalam menjelaskan peran penting ini, menegaskan bahwa pembentukan keluarga adalah salah satu pekerjaan paling utama. Ayatullah Khamenei menambahkan: “Berbeda dengan budaya Barat yang keliru dan melupakan institusi keluarga, dalam Islam bagi perempuan, laki-laki, dan anak-anak (sebagai unsur pembentuk keluarga) telah ditetapkan hak-hak timbal balik yang jelas dan pasti.”
Dalam bagian lain pidatonya yang dikhususkan untuk hak-hak perempuan, beliau menyebut keadilan dalam perilaku sosial dan keluarga sebagai hak pertama perempuan, dan menekankan tugas negara dan setiap individu masyarakat dalam menjamin hak ini. Beliau menambahkan bahwa keamanan, kehormatan, dan martabat juga merupakan hak utama perempuan, dan berbeda dengan kapitalisme Barat yang merendahkan martabat mereka, Islam menekankan penghormatan penuh terhadap perempuan.
Ayatullah Khamenei mengutip sabda Nabi Muhammad (sallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam) yang menyebut perempuan sebagai “bunga”, bukan sekadar pekerja rumah tangga. Beliau menekankan bahwa perempuan sebagaimana bunga harus dijaga dan dirawat dengan kelembutan, tanpa teguran keras atau ucapan yang melukai. Dengan perlakuan demikian, ia akan membuat rumah tangga dipenuhi warna dan aroma keindahan dirinya.”
Beliau juga menyinggung teladan Al-Qur’an tentang dua perempuan beriman, Maryam dan Asiyah (istri Firaun), sebagai indikator penting bagi seluruh laki-laki dan perempuan beriman, serta menegaskan bahwa hak-hak sosial perempuan (seperti kesetaraan upah dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, jaminan sosial bagi perempuan pekerja atau kepala keluarga, cuti khusus bagi perempuan, dan berbagai hak lain) harus dijaga tanpa diskriminasi.

Kasih Sayang Suami, Hak Utama Perempuan di Rumah
Ayatullah Khamenei menyebut kasih sayang suami sebagai hak dan kebutuhan utama perempuan di rumah, serta menegaskan bahwa hak besar lainnya adalah penolakan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menjauhi penyimpangan yang lazim di Barat, seperti pembunuhan atau pemukulan perempuan oleh suami.
Perempuan adalah Pengelola dan Kepala Rumah Tangga
Beliau menambahkan bahwa menghindari pemaksaan pekerjaan rumah kepada perempuan, bantuan suami kepada istri dalam menghadapi konsekuensi kehamilan dan persalinan, serta membuka jalan bagi kemajuan ilmiah dan karier adalah bagian dari hak-hak perempuan. Dengan menekankan bahwa perempuan adalah pengelola dan kepala rumah tangga, beliau menegaskan: “Kita harus menghargai perempuan yang, meski menghadapi penghasilan suami yang terbatas dan harga barang yang tinggi, tetap mampu mengelola rumah tangga dengan penuh seni dan kecakapan.”
Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa dalam Islam, perempuan memiliki identitas, kemampuan, kemandirian, dan peluang untuk maju. Sebaliknya, pandangan kapitalistik Barat menempatkan perempuan dalam subordinasi, menghapus identitas mereka dalam laki-laki, serta menjadikan perempuan sebagai alat material dan objek hawa nafsu. Beliau menyebut fenomena kriminal yang baru-baru ini mencuat di Amerika sebagai hasil dari pandangan tersebut.
Beliau menambahkan bahwa penghancuran tatanan keluarga dan munculnya masalah seperti anak-anak tanpa ayah, melemahnya ikatan keluarga, jaringan eksploitasi perempuan muda, serta meningkatnya kebebasan seksual atas nama “kebebasan” adalah dosa besar budaya kapitalistik Barat dalam dua abad terakhir. Menurut beliau, Barat dengan tipu daya menamai semua penyimpangan itu sebagai “kebebasan”, bahkan berusaha menyebarkannya ke negara lain, termasuk Iran. Padahal, itu bukan kebebasan, melainkan perbudakan.
Republik Islam Menolak Logika Sesat Barat tentang Perempuan
Ayatullah Khamenei, dengan menyinggung upaya Barat yang bersikeras mengekspor budaya keliru mereka ke seluruh dunia, menambahkan: “Mereka mengklaim bahwa pembatasan tertentu bagi perempuan, seperti kewajiban hijab, akan menghalangi kemajuan perempuan. Namun Republik Islam telah menolak logika keliru ini dan membuktikan bahwa perempuan Muslim yang berkomitmen pada hijab dapat bergerak dan berperan aktif di semua bidang, bahkan lebih dari yang lain.”
Beliau menyebutkan bahwa pencapaian perempuan Iran dalam bidang ilmu pengetahuan, olahraga, pemikiran, penelitian, politik, sosial, kesehatan dan kedokteran, peningkatan harapan hidup, serta dukungan jihad dan peran besar istri para syuhada yang mulia merupakan prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah Iran. Ayatollah Khamenei menegaskan: “Iran dalam sejarahnya tidak pernah memiliki bahkan sepersepuluh dari jumlah perempuan cendekiawan, pemikir, dan pemilik gagasan seperti saat ini. Republik Islamlah yang telah menyebabkan peningkatan dan kemajuan perempuan di semua bidang penting.”
Dalam pesan pentingnya, beliau memperingatkan media agar tidak menyebarkan pandangan Barat tentang perempuan. Beliau menekankan bahwa media harus menampilkan pandangan Islam yang mendalam dan konstruktif, baik di dalam negeri maupun di forum internasional. Hal ini akan menjadi cara terbaik untuk memperkenalkan Islam dan menarik perhatian banyak orang, khususnya perempuan, di seluruh dunia.
Sebelum pidato Pemimpin Revolusi, istri syahid Sardar Gholamali Rashid, ibu syahid Amin Abbas Rashid, dan putri syahid Sardar Hossein Salami menyampaikan pandangan mereka tentang perempuan, tanggung jawab, dan kebutuhan mereka.
Your Comment