Dilansir dari Kantor Berita Hawzah, Ayatullah Hasyimi Ulya, pendiri Madrasah Qaim (Afs) , dalam pelajaran akhlaknya dengan menjelaskan kedudukan sabar dalam kehidupan manusia, mengatakan: "Semua orang di dunia ini pasti terkena musibah ; Muslim dan non-Muslim, mukmin dan bukan, kaya dan miskin, sehat dan sakit. Musibah - musibah dunia ini beragam jenisnya, dan tak seorang pun luput darinya. Manusia tidak bisa lari dari kesulitan-kesulitan ini karena semua tempat adalah tempat ujian dan cobaan."
Beliau menambahkan: "Kondisi dunia, kekurangan, kematian, kecelakaan, kesedihan, dan duka semuanya adalah bagian dari cobaan Ilahi, dan manusia harus bersabar menghadapinya. Tentu, sebagian orang tidak sabar dalam menghadapi musibah ini; misalnya, ketika anak muda mereka meninggal, mereka memukuli kepala dan dada atau merobek pakaian, padahal seharusnya mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un' (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Kesulitan-kesulitan akan berangsur memudar dengan kesabaran dan ketabahan, dan Allah memberikan pahala yang melimpah kepada orang-orang yang sabar."
Ayatullah Hasyimi Ulya, mengacu pada teladan Rasulullah Saw, berkata: "Nabi Muhammad (Saw) menangis ketika musibah kehilangan putranya; tangisannya bukan tanda ketidaksabaran, melainkan tanda hati yang lembut dan penuh kasih. Air mata dan kesedihan adalah hal yang wajar, tetapi mengeluh kepada Allah swt atau perilaku yang bertentangan dengan syariat dan akal, tercela dalam Islam."
Beliau melanjutkan: "Salah satu bentuk kesabaran adalah sabar dalam ketaatan dan penghambaan kepada Allah swt serta meninggalkan maksiat. Manusia harus sabar dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi dosa. Jika seseorang ingin mencapai kedekatan dengan Allah dan menemukan ketenangan sejati, ia harus menanggung kesulitan dalam ketaatan. Sebanyak apa pun seseorang dapat meningkatkan ketaatannya dan menanggung kesulitannya, pahala yang tak terhitung akan menjadi bagiannya. Sabar dalam ketaatan dan meninggalkan dosa adalah keharusan dalam kehidupan setiap mukmin. Sebagaimana ditekankan oleh para Imam Maksum (as), Al-Qur'an juga penuh dengan ayat-ayat yang mengajak manusia untuk sabar dalam ketaatan. Kita harus memanfaatkan usia kita semaksimal mungkin dalam penghambaan kepada Allah. Dan jenis kesabaran lainnya adalah sabar atas nikmat-nikmat Ilahi. Sebagaimana musibah memerlukan kesabaran, nikmat juga menuntut kesabaran, dan bisa jadi sabar atas nikmat lebih sulit daripada sabar atas musibah. Kekayaan, jabatan, kekuasaan, dan fasilitas, semuanya adalah nikmat Allah, tetapi jika manusia tidak sabar dalam menghadapi nikmat-nikmat ini dan tidak menggunakannya di jalan Ilahi, nikmat-nikmat ini akan berubah menjadi musibah besar baginya dan merusak masalah dunia dan akhiratnya."
Ayatullah Hasyimi Ulya juga menekankan: "Nikmat juga memiliki cobaan tersendiri. Ketika manusia melihat dirinya kaya, ia menjadi lalim. Semua thaghut dalam sejarah, dari awal Islam hingga hari ini, mencapai titik kelaliman karena ketidaksabaran mereka menghadapi nikmat dan perasaan tidak membutuhkan (Allah). Para 'Fir'un' zaman dan penguasa lalim, ketika mereka meraih kekuasaan dan kekayaan, dominasi dan kekuasaan mereka menyeret mereka kepada kelaliman dan pengkhianatan. Semakin besar kekuasaan mereka, semakin merajalela pula kerusakan mereka."
Ayatullah Hasyimi Ulya berkata: "Manusia harus ridha dengan apa yang Allah swt berikan kepadanya dan tidak pernah mengejar posisi yang akan menjerumuskannya ke dalam kelaliman. Kita harus bersyukur atas nikmat dan menggunakannya di jalan yang benar. Kesehatan, harta, jabatan, dan bakat, semuanya adalah nikmat Ilahi dan tidak boleh digunakan di jalan yang salah."
Kemudian beliau melanjutkan: "Jika seseorang memiliki bakat dan kemampuan, ia tidak boleh menyombongkannya kepada orang yang lebih rendah atau memandang mereka dengan penghinaan. Manusia yang tidak mengingat Allah dalam kenikmatan, sesungguhnya telah terjatuh dalam dosa besar. Jika siang dan malam kita tidak diiringi dengan mengingat Allah dan amal perbuatan kita tidak dilakukan untuk ridha-Nya, bahkan tidur, makan, dan kesenangan kita pun akan bernuansa setanis."
Dan diakhir ceramahnya, beliau mewasiatkan: "apabila tidak ada ibadah dan penghambaan dalam kehidupan manusia, maka hidupnya akan rusak dan tempet terakhirnya adalah neraka. Manusia harus menghiasi setiap detik umurnya dengan ketaatan dan penghambaan kepada Allah swt, bersabar di jalan ketaatan, dan tidak berlaku lalim terhadap nikmat-nikmat Ilahi."
Your Comment