Saturday 8 November 2025 - 23:12
Pemimpin Gerakan Islam Nigeria: Wilayah Ahlulbait (as) Harus Dipahami Secara Sejarah dan Bijak Disampaikan

Hawzah/ Dalam acara duka Sayyidah Zahra yang diadakan di Nigeria, Sheikh Ibrahim Zakzaky menekankan pentingnya memahami kebenaran sejarah kezaliman yang menimpa Ahlulbait (as), serta menyerukan agar penyampaian peristiwa-peristiwa tersebut dilakukan dengan penuh kesabaran, kebijaksanaan, dan sikap bijak.

Berita Hawzah – Pada Rabu malam, 14 Jumadil Awwal 1447 H (bertepatan dengan 5 November 2025), majelis duka memperingati hari kesyahidan Sayyidah Fatimah Zahra (sa) diselenggarakan di kediaman Sheikh Ibrahim Zakzaky, pemimpin Gerakan Islam Nigeria, di kota Abuja. Acara ini dihadiri oleh sejumlah ulama, pelajar hawzah, dan para pengikut Ahlulbait (as) dari berbagai penjuru Nigeria, serta dipimpin langsung oleh beliau dalam salat dan ceramah.

Hujjatul Islam wal Muslimin Ibrahim Zakzaky, dalam pembukaan pidatonya, menyampaikan belasungkawa kepada para hadirin dan berkata: “Pertama-tama, saya menyampaikan takziah atas musibah yang menimpa Rasul (saww) dan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah wafatnya beliau, hingga akhirnya berujung pada kesyahidan Sayyidah Nisa al-‘Alamin (sa).”

Beliau menggambarkan kesyahidan Sayyidah Zahra (sa) dan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya sebagai tragedi besar yang mengguncang masyarakat luas, khususnya para pengikut keluarga kenabian. Ia menambahkan bahwa banyak orang tidak mengetahui rincian musibah ini, bahkan sebagian menolak keberadaannya. “Masyarakat, karena ketidaktahuannya, tidak mengenal beliau, dan itu sendiri adalah musibah besar,” ujarnya.

Dalam lanjutan ceramahnya, Zakzaky memuji kedudukan agung Sayyidah Fatimah Zahra (sa) dan mengutip sabda Nabi Muhammad (saww) yang menyatakan bahwa "Ia adalah pemimpin para wanita penghuni surga." Beliau lebih utama dari seluruh wanita mukmin, tegasnya.

Terkait perbedaan riwayat mengenai waktu kesyahidan Sayyidah Zahra (sa), beliau menjelaskan bahwa hal itu berasal dari ketidaksesuaian dalam sumber-sumber sejarah lama. “Dalam teks-teks sejarah disebutkan perbedaan 75 atau 95 hari antara wafat Nabi (saww) dan kesyahidan Sayyidah Zahra (sa), yang menjadi dasar pelaksanaan dua periode peringatan duka di bulan Jumadil Awwal dan Jumadil Tsani,” jelasnya.

Pemimpin Gerakan Islam Nigeria itu kemudian menyinggung kezaliman yang menimpa Sayyidah Zahra (sa), dan menyatakan: “Mereka yang menzalimi beliau telah menunjukkan niat mereka secara terang-terangan, tujuan mereka adalah mempertahankan kekuasaan. Anehnya, hari ini ada yang mencoba membenarkan tindakan tersebut. Bagaimana mungkin seseorang mencari alasan atas fakta-fakta yang begitu terang seperti siang hari?”

Beliau mengingatkan sejumlah rincian peristiwa pasca wafat Nabi (saww), termasuk penyerangan ke rumah Sayyidah Zahra (sa), pembakaran pintu, patahnya tulang rusuk, pukulan yang menyebabkan keguguran, serta penangkapan Imam Ali (as) dengan dalih baiat kepada khalifah.

Ibrahim Zakzaky menegaskan bahwa jika fakta-fakta ini ditelaah secara cermat, akan jelas bahwa semua ini bukanlah rekayasa kaum Syiah. “Para pengkritik yang bertanya bagaimana mungkin hal itu terjadi di hadapan Imam Ali (as), harus tahu bahwa Nabi (saww) telah menggambarkan masa depan kepada beliau dan mewasiatkan kesabaran agar hujjah atas umat menjadi sempurna.”

Beliau melanjutkan: “Nabi (saww) mewasiatkan kepada Ali (as) agar bersabar menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut. Kesabaran itu bukan karena kelemahan, melainkan karena misi ilahi. Maka tidak bisa dikatakan bahwa Imam menyimpang dari wasiat Rasulullah.”

Ibrahim Zakzaky juga menjelaskan tata cara pelaksanaan salat jenazah untuk Sayyidah Zahra (sa), yang menurut wasiat beliau kepada Imam Ali (as), dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari. “Ali (as) bersama enam orang lainnya, total tujuh orang, melaksanakan salat jenazah untuk beliau,” ujarnya.

Beliau mengutip riwayat yang mengaitkan turunnya berkah dan hujan dengan tawassul kepada para pendamping jenazah tersebut, dan menyatakan: “Setiap kali bertawassul kepada mereka, rahmat Allah akan turun.”

Terkait lokasi makam Sayyidah Zahra (sa), Zakzaky menegaskan bahwa tempat pemakaman beliau disembunyikan karena kekhawatiran akan tindakan tidak hormat dari para musuh. “Sebagian orang ingin menemukan makam beliau untuk menunaikan salat di atasnya, dan Imam Ali (as) menghunus pedang untuk mencegah hal itu. Hingga kini, lokasi makam tetap tidak diketahui publik, dan hanya Imam Mahdi (afs) yang kelak akan mengungkapkannya.”

Menanggapi anggapan bahwa sejarah adalah urusan masa lalu yang tak relevan, beliau menyatakan: “Jika kita mengatakan itu hanya sejarah dan biarkan berlalu, maka kita juga harus mengatakan bahwa agama pun akan menjadi sejarah. Karena agama telah dirusak oleh mereka, maka peristiwa masa lalu pasti berdampak pada agama.”

Zakzaky menekankan pentingnya menghadapi kebenaran secara jujur dan menghindari penyembunyian fakta atau penciptaan fitnah. “Kita harus membimbing masyarakat menuju kebenaran dengan akal sehat dan kebijaksanaan, bukan dengan pertengkaran dan kekerasan,” tegasnya.

Beliau berpesan kepada para pengikut Ahlulbait (as) agar berbicara dengan kelembutan dan kesabaran, sesuai dengan wasiat Imam Ali (as) dan tingkat pemahaman audiens. “Hindari bahasa kasar atau keras, karena pendekatan seperti itu tidak efektif dan bahkan bisa menyesatkan. Nabi (saww) sendiri menyampaikan risalah ilahi sesuai dengan tingkat pemahaman masyarakat.”

Dalam bagian lain dari ceramahnya, Sheikh Zakzaky menyerukan perlunya keterampilan dan kebijaksanaan dalam menyampaikan informasi tentang kezaliman terhadap Ahlulbait (as), agar masyarakat dapat memahami kebenaran secara bertahap dan terhindar dari dampak destruktif serta perpecahan.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha