Saturday 13 December 2025 - 16:09
Hikmah Nahjul Balaghah | Satu-Satunya Hal yang Layak Disesali!

Hawzah / Segala sesuatu yang hilang dari tangan manusia atau tidak berhasil ia capai tidak lepas dari dua kemungkinan: urusan dunia atau urusan akhirat. Jika yang hilang adalah perkara dunia, maka hal itu tidak pantas untuk disesali atau bersedih hati. Namun apabila yang hilang itu adalah perkara akhirat, dan itu pun terjadi setelah seseorang telah berusaha dengan sungguh-sungguh namun belum berhasil, maka ia harus yakin bahwa Allah Swt tidak akan pernah menyia-nyiakan pahala usaha untuk meraih kedudukan spiritual.

Berita Hawzah– Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam dalam Hikmah ke-69 Nahjul Balaghah, bersabda:

{إِذَا لَمْ یَکُنْ مَا تُرِیدُ، فَلَا تُبَلْ [کَیْفَ] مَا کُنْتَ}

"Apabila yang kamu tuju tak tercapai maka janganlah cemas bagaimana kamu jadinya."

Penjelasan:

Dalam penggalan sabda Imam Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam ini, tersimpan ajaran-ajaran agung yang—apabila dipahami dengan benar—dapat menumbuhkan ketenangan dalam jiwa manusia dan membantunya berjalan di jalan Penghambaan kepada Allah Swt.

Sebagian orang tidak merasa puas dengan keadaan dirinya, termasuk dengan apa yang mereka miliki dan posisi yang sedang mereka jalani. Sebab apa yang selama ini mereka inginkan atau bayangkan tidak terwujud, dan hal itu kemudian memengaruhi kondisi duniawi maupun spiritual mereka.

Merujuk pada sabda Imam Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam sesungguhnya dapat menciptakan sebuah keseimbangan dan ketenangan dalam diri manusia, sehingga ia tidak menyesali masa lalu dan merasa ridha dengan keadaannya saat ini. Karena apa pun yang luput dari manusia atau tidak berhasil ia raih, tidak lepas dari dua kemungkinan: urusan dunia atau urusan akhirat. Jika yang hilang adalah perkara duniawi, maka sama sekali tidak layak disesali. Dan jika yang terlewat adalah perkara akhirat, meskipun ia telah berusaha keras namun belum berhasil, maka harus diyakini bahwa Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan pahala usaha untuk meraih kedudukan spiritual. Oleh karena itu, apa pun yang kita harapkan namun belum terwujud, tidak seharusnya mengguncang ketenangan duniawi maupun spiritual kita.

Al-qur’an juga menunjukkan kebenaran hal ini:

¹{لِکَیْلَا تَأْسَوْا عَلَیٰ مَا فَاتَکُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاکُمْ}

"(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu."

Hal itu bertujuan agar kalian tidak bersedih hati atas apa yang luput (hilang) dari kalian, dan tidak pula bergembira secara berlebihan terhadap apa yang dianugerahkan kepada kalian. Perlu ditegaskan pula bahwa salah satu sifat menonjol dari orang-orang bertakwa, zuhud, dan berhati bersih kembali pada prinsip ini. Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam dalam hikmah lainnya dalam Nahjul Balaghah, bersabda:

²{الزُّهْدُ کُلُّهُ بَیْنَ کَلِمَتَیْنِ مِنَ الْقُرْآنِ، قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ: "لِکَیْلا تَأْسَوْا عَلی ما فاتَکُمْ وَ لا تَفْرَحُوا بِما آتاکُمْ"؛ وَ مَنْ لَمْ یَأْسَ عَلَی الْمَاضِی وَ لَمْ یَفْرَحْ بِالْآتِی، فَقَدْ أَخَذَ الزُّهْدَ بِطَرَفَیْهِ}

"Keseluruhan zuhud terbatas di antara ungkapan Alquran. Allah Yang Mahasuci berfirman, Supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikal-Nya kepadamu (QS. al-Hadid: 23). Barang siapa tidak bersedih atas apa yang tidak diperolehnya dan tidak bergembira ria atas apa yang datang kepadanya, mendapatkan zuhud dari kedua sisinya."

Perlu dikatakan bahwa hal yang seharusnya dan layak untuk disesali adalah ketika agama dan kehidupan spiritual seseorang mengalami kemunduran, dan hal itu menyebabkan dirinya — walaupun hanya sekejap — terputus dari Dzat yang disembahnya. Hanya pada kondisi seperti inilah manusia patut merasakan penyesalan yang sesungguhnya; sebab menyesal atas hal-hal yang bersifat abadi dan ilahi adalah sikap yang lahir dari akal yang sehat. Karena itu, seseorang harus berusaha mengganti dan memperbaiki kekurangan tersebut.

Dalam sebuah percakapan dengan para hawariyyun (pengikut setianya), Nabi Isa Al-Masih 'alaihissalam mengungkapkan kebenaran yang sama. Beliau berkata:

³{لاَ تَأْسَوْا عَلَی مَا فَاتَکُمْ مِنْ دُنْیَاکُمْ إِذَا سَلِمَ دِینُکُمْ کَمَا لاَ یَأْسَی أَهْلُ اَلدُّنْیَا عَلَی مَا فَاتَهُمْ مِنْ دِینِهِمْ إِذَا سَلِمَتْ دُنْیَاهُمْ}

"Janganlah kamu bersedih atas apa yang luput (hilang) darimu dari duniamu, selama agamamu selamat (terjaga), sebagaimana (kebanyakan) ahli dunia tidak bersedih atas apa yang luput dari agama mereka, selama dunia mereka selamat (terjaga)."

Catatan kaki:

1. Surah Al-Hadīd, ayat 23.
2. Nahjul Balaghah, Hikmah 448.
3. Wasaʾil al-Shiʿah, jilid 16, halaman 192.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha