Dilansir dari Kantor Berita Hawzah, Hujjatul Islam Mahdi Yusufian, salah seorang pakar dari Pusat Kajian Khusus Mahdawiyah, menjawab pertanyaan seputar "Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Masa Kemunculan Imam Zaman (Afs) dan Makna Baqiyyatullah". Berikut ini disajikan untuk para cendekiawan terhormat.
· Soal:"Apakah di waktu kemunculan (Imam Mahdi) nanti, manusia akan mengetahui seluruh hakikat alam semesta dan jagat raya, atau tidak?"
· Jawaban:
Salah satu keindahan dan ciri menonjol dari masa kemunculan (zuhur) Imam Zaman 'alaihissalam adalah mekarnya ilmu pengetahuan secara besar-besaran di tingkat umat manusia.
Dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa sebelum zuhur, dari dua puluh tujuh bagian ilmu, hanya dua bagian yang telah diketahui dan dipelajari oleh para nabi dan manusia. Namun, pada waktu zuhur, dua puluh lima bagian lainnya akan ditambahkan kepadanya.
Dengan kata lain, apa yang telah dipahami manusia tentang ilmu pengetahuan hingga saat ini hanyalah bagian kecil dari hakikat ilmu. Bahkan, manusia belum mencapai kedalaman dan hakikat batin dari kedua bagian awal itu sekalipun.
Pada masa zuhur, lautan ilmu dan pengetahuan Ilahi akan terbuka bagi manusia. Manusia akan meraih tingkat kesadaran yang lebih tinggi mengenai hakikat alam semesta — bukan hanya hakikat langit, tetapi juga hakikat alam malakut (kerajaan spiritual) dan realitas batin wujud.
Al-Qur'an al-Karim juga telah mengisyaratkan kebenaran ini. Allah Swtberfirman dalam Surah At-Taubah ayat 32 dan Surah Ash-Shaff ayat 8:
{...یُرِیدُونَ أَنْ یُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ متِّمُّ نُورِهِ}
"Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya..."
Ungkapan (وَاللَّهُ متِّمُّ نُورِهِ), "Dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya" ini mengandung makna yang sangat halus dan dalam. Maknanya bukanlah bahwa Allah hanya mencegah cahaya Islam dari kepunahan, melainkan bahwa cahaya ini akan mencapai kesempurnaannya. Artinya, kebenaran-kebenaran dan pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur'an dan agama Ilahi, pada masa kemunculan Imam Zaman 'alaihissalam, akan terungkap secara sempurna bagi umat manusia. Pada masa itu, kapasitas ilmiah dan spiritual manusia akan meningkat sangat pesat sehingga Al-Qur'an akan membuka dimensi batin dan lapisan-lapisan terdalamnya kepada manusia. Dengan demikian, hakikat agama akan tersingkap sesuai dengan tingkat kesiapan dan kapasitas ruhani manusia. Sebagian dari kebenaran-kebenaran ini, tanpa ada keraguan, berkaitan dengan langit dan alam-alam rohani (maknawi) tertinggi. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Surah Luqman ayat 20:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَکُمْ مَا فِی السَّمَاوَاتِ وَمَا فِی الْأَرْضِ}
"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi"
Salah satu tafsiran ayat ini adalah bahwa manusia dapat mencapai tingkat pengetahuan dan penguasaan terhadap berbagai ranah langit dan bumi. Jelas bahwa untuk menguasai dan memanfaatkan dimensi-dimensi tersebut, manusia pertama-tama harus mengenalnya. Karenanya, “penundukan ( سَخَّرَ)” ini merupakan sebuah ajakan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang langit dan bumi—suatu pemahaman yang pada masa kemunculan (Imam Mahdi) akan mencapai puncaknya.
Namun, poin ketiganya adalah jalan meraih kesempurnaan ini tidak hanya pada saat waktu kemunculan Imam Mahdi 'alaihissalam. Karena saat ini, jalan tersebut terbuka lebar bagi umat manusia yang senantiasa berjalan di jalur penghambaan dan meningkatan intelektualnya. Manusia yang memperkuat iman dan akalnya, serta menjaga kebersihan batin dan hatinya, akan meraih penglihatan hati (bashirah) yang dengannya ia mampu memahami kebenaran-kebenaran yang tak terjangkau oleh orang biasa.
· Soal:"Apakah yang dimaksud dengan 'Baqiyyatullah'?"
· Jawaban:
Istilah "Baqiyyatullah" adalah sebuah istilah Qur'ani yang berasal dari ayat-ayat suci Surah Hud.
Dalam surah tersebut, Allah Swt menceritakan kisah Nabi Syu'aib 'alaihissalam dan kaumnya. Kaum Syu'aib telah menyimpang dalam praktik perdagangan dan transaksi mereka. Mereka berkurang timbangannya, menipu dalam transaksi, menawarkan barang berkualitas rendah sebagai pengganti barang yang sempurna, sementara tetap menerima pembayaran penuh. Nabi Syu'aib 'alaihissalam memperingatkan mereka dan bersabda: "Janganlah kalian mengira bahwa dunia adalah hanyalah apa yang kalian kejar. Kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, bukan sumber kebaikan dan keberkahan."
"Jika kalian merasa cukup dengan rezeki yang halal dan membiarkan Allah Swt hadir dalam kehidupan ekonomi kalian, maka apa yang ditakdirkan Allah Swt untuk kalian—baik di dunia maupun di akhirat—akan lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kalian."
Dalam ayat yang mulia disebutkan: (بَقِیَّتُاللَّهِ خَیْرٌ لَکُمْ إِنْ کُنْتُمْ مُؤْمِنِینَ), "Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Hud: 86)
Dalam ayat ini, "Baqiyyatullah" bermakna "apa yang tersisa bagimu dari karunia Allah."
Pada hakikatnya, ini merujuk pada rezeki yang halal dan keberkahan Ilahi yang tetap abadi dalam kehidupan manusia yang beriman.
Pesan ayat ini adalah: jika manusia memiliki iman dan berjalan di jalan yang benar dan halal, maka apa yang tersisa baginya dari Allah Swt akan lebih baik dan lebih langgeng daripada harta haram yang fana.
Konsep ini, selain memiliki makna ekonomi dan moral, juga memperoleh makna dan kedudukan khusus dalam budaya Mahdawitah, menanti kemunculan Imam Mahdi 'alaihissalam.
Dalam kitab Al-Kafi diriwayatkan sebuah hadis yang sangat indah dan bermakna dari Imam Ja'far As-Shadiq 'alaihissalam. Dalam riwayat ini, seseorang bertanya kepada Imam Ja'far 'alaihissalam: "Apakah ketika Imam Mahdi 'alaihissalam muncul nanti, orang-orang akan mengucapkan salam kepada beliau dengan menyebut, 'Assalamu'alaika ya Amirul Mukminin?"
Beliau (Imam Ja'far As-Shadiq ) bersabda: "Tidak. Gelar itu khusus untuk Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam. Allah Swt telah memilih nama itu hanya untuk beliau, dan tidak ada seorang nabi atau washi pun sebelum beliau yang dipanggil dengan julukan itu, dan setelah beliau pun, tidak akan ada seorang pun yang disebut dengan gelar itu, kecuali ia telah keluar dari lingkaran iman dan Islam."
kemudian, Perawi bertanya lagi: "Lalu, pada masa kemunculan nanti, bagaimana orang-orang akan mengucapkan salam kepada Imam Mahdi 'alaihissalam?"
Imam Ja'far As-Shadiq 'alaihissalam menjawab: "Mereka akan mengucapkan, 'Assalamu'alaika ya Baqiyyatallah' — 'Semoga keselamatan atasmu, wahai Sisa Peninggalan Allah di bumi.'" Kemudian, beliau membacakan ayat ini: (بَقِیَّتُاللَّهِ خَیْرٌ لَکُمْ إِنْ کُنْتُمْ مُؤْمِنِینَ), "Baqiyyatullah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Hud: 86)
Oleh karena itu, istilah "Baqiyyatullah" pada masa kemunculan (Imam Mahdi 'alaihissalam) adalah sebuah gelar yang akan disandang oleh Imam Mahdi 'alaihissalam; yaitu pribadi suci yang merupakan sisa terakhir dari hujjah-hujjah (bukti-bukti) Ilahi dan washi (penerus) terakhir Rasulullah Saw.
Poin dari ayat dan riwayat ini adalah bahwa Allah Swt mengingatkan manusia: "Jika kalian melangkah di jalan kebenaran, kebaikan, dan lurus, janganlah kalian menggantungkan hati pada mazhab buatan manusia dan sekte hasil rekayasa serta buatan manusia."
Mazhab dan sekte buatan manusia ini tidak memiliki kemampuan untuk membimbing manusia secara sempurna. Jalan pembebasan dan kebahagiaan hanyalah dengan mengikuti Dia yang telah Allah pilih untuk tugas ini. Yaitu, "Baqiyyatullah" itu sendiri— washi terakhir Rasulullah SAW dan manifestasi sempurna cahaya Ilahi di muka bumi.
Your Comment