Berita Hawzah– Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad 'alaihissalam dalam Sahifah Sajjadiyah memohon kepada Allah Swt dengan doa, sebagai berikut:
¹{اَللَّهُمَّ أَلْبِسْنِی زِینَةَ الْمُتَّقِینَ فِی ... تَرْکِ التَّعْیِیرِ}
"Ya Allah, pakaikanlah kepadaku perhiasan orang-orang yang bertakwa dalam [hal]... meninggalkan perbuatan mencela (aib orang lain)."
Penjelasan:
Kata "تعییر" (Ta'yir) berasal dari kata "عار" ('ar) yang berarti aib atau noda. Jika seseorang telah melakukan dosa, maka akibat dari dosa tersebut adalah menciptakan aib dan noda pada dirinya sendiri. Orang yang mencela akan membuka aib tersebut di hadapannya dan menjadikannya sasaran kecaman.²
Dengan kata lain, ta'yīr adalah tindakan menyoroti, menonjolkan, atau mengungkit kesalahan dan aib orang lain untuk tujuan mencela dan merendahkan martabatnya. Ini adalah perbuatan yang merusak kehormatan dan termasuk dalam larangan agama, terutama karena sering kali didasari oleh rasa sombong dan ingin merasa lebih baik dari orang lain.
Untuk memahami bagian doa "Makārim al-Akhlāq" ini, kita cukup merujuk pada sabda Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam dalam Nahjul Balaghah. Beliau mengungkapkan sebagai berikut:
{وَ إِنَّمَا یَنْبَغِی لِأَهْلِ الْعِصْمَةِ وَ الْمَصْنُوعِ إِلَیْهِمْ فِی السَّلَامَةِ، أَنْ یَرْحَمُوا أَهْلَ الذُّنُوبِ وَ الْمَعْصِیَةِ، وَ یَکُونَ الشُّکْرُ هُوَ الْغَالِبَ عَلَیْهِمْ وَ الْحَاجِزَ لَهُمْ عَنْهُمْ. فَکَیْفَ بِالْعَائِبِ الَّذِی عَابَ أَخَاهُ وَ عَیَّرَهُ بِبَلْوَاهُ، أَ مَا ذَکَرَ مَوْضِعَ سَتْرِ اللَّهِ عَلَیْهِ مِنْ ذُنُوبِهِ مِمَّا هُوَ أَعْظَمُ مِنَ الذَّنْبِ الَّذِی عَابَهُ، بِهِ وَ کَیْفَ یَذُمُّهُ بِذَنْبٍ قَدْ رَکِبَ مِثْلَهُ، فَإِنْ لَمْ یَکُنْ رَکِبَ ذَلِکَ الذَّنْبَ بِعَیْنِهِ فَقَدْ عَصَی اللَّهَ فِیمَا سِوَاهُ مِمَّا هُوَ أَعْظَمُ مِنْهُ؛ وَ ایْمُ اللَّهِ لَئِنْ لَمْ یَکُنْ عَصَاهُ فِی الْکَبِیرِ وَ عَصَاهُ فِی الصَّغِیرِ [لَجُرْأَتُهُ] لَجَرَاءَتُهُ عَلَی عَیْبِ النَّاسِ أَکْبَرُ.
یَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَعْجَلْ فِی عَیْبِ أَحَدٍ بِذَنْبِهِ، فَلَعَلَّهُ مَغْفُورٌ لَهُ، وَ لَا تَأْمَنْ عَلَی نَفْسِکَ صَغِیرَ مَعْصِیَةٍ، فَلَعَلَّکَ مُعَذَّبٌ عَلَیْهِ. فَلْیَکْفُفْ مَنْ عَلِمَ مِنْکُمْ عَیْبَ غَیْرِهِ لِمَا یَعْلَمُ مِنْ عَیْبِ نَفْسِهِ، وَ لْیَکُنِ الشُّکْرُ شَاغِلًا لَهُ عَلَی مُعَافَاتِهِ مِمَّا ابْتُلِیَ [غَیْرُهُ بِهِ] بِهِ غَیْرُهُ}³
"Sesungguhnya, sepantasnya bagi orang-orang yang maksum (ahl al-'işmah) dan orang-orang yang diberikan keselamatan, mereka mengasihi orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat, dan seharusnya rasa syukur yang mendominasi diri mereka dan yang menghalangi mereka dari mencela orang-orang berdosa."
"Lalu, bagaimana dengan orang yang mencela, yang mencela saudaranya dan mengejeknya karena musibah (dosa) yang menimpanya? Apakah ia tidak mengingat tirai Allah Swt yang telah menutupi dosa-dosanya sendiri yang lebih besar daripada dosa yang ia cela itu? Dan bagaimana ia mencela saudaranya atas dosa yang mungkin ia sendiri telah melakukan hal yang serupa?"
"Jika pun ia tidak melakukan dosa itu secara spesifik, sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah Swt dalam hal lain yang lebih besar daripadanya. Demi Allah, jika ia tidak bermaksiat dalam dosa besar dan hanya bermaksiat dalam dosa kecil, maka keberaniannya mencela aib orang lain itu adalah lebih besar (dosanya)."
"Wahai hamba Allah, jangan tergesa-gesa mencela aib seseorang karena dosanya, karena boleh jadi dosa itu telah diampuni baginya. Dan janganlah merasa aman atas dirimu dari maksiat kecil, karena boleh jadi engkau akan diazab karenanya."
"Maka, hendaknya orang yang mengetahui aib orang lain di antara kalian menahan diri karena aib yang ia ketahui ada pada dirinya sendiri. Dan hendaknya rasa syukur menyibukkannya atas pembebasannya dari musibah (dosa) yang menimpa orang lain."
Justru karena alasan inilah, Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad 'alaihissalam memperkenalkan 'meninggalkan perbuatan mencela (ta'yīr)' sebagai perhiasan orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu, kita harus memohon kepada Allah Swt agar menghiasi kita dengan perhiasan Ilahi ini.
"Dari ujung kaki hingga ujung kepala (dirimu) penuh dengan aib dan noda, Mengapa engkau sibuk menghitung aib si 'Amar dan si Zaid?, Sungguh buruk kelakuanmu yang menutupi aib dirimu sendiri, Sementara (engkau) bersusah payah membuka aib orang lain."⁴
Catatan Kaki:
1. Shahifah Sajjadiyah, Doa ke-20.
2. Penjelasan dan Tafsir Doa Makarim al-Akhlaq, Almarhum Ayatullah Muhammad Taqi Falsafi.
3. Nahj al-Balaghah, Khutbah 140.
4. Jami, Haft Awrang (Tujuh Takhta), Silsilat al-Dzahab (Rantai Emas), Bagian Pertama.
Your Comment