Berita Hawzah– Dalam rangka memperingati syahadah Imam Ali Al-Hadi 'alaihissalam serta lahirnya Ziarah Jami‘ah Kabirah dari Imam kesepuluh Syiah, tulisan ini mengulas kedudukan dan urgensi ziarah agung tersebut.
Di antara seluruh ziarah yang dikenal dengan nama “ziarah jami‘ah”, Ziarah Jami‘ah Kabirah memiliki ketenaran dan penerimaan paling luas. Di kalangan Syiah, apabila disebut “ziarah jami‘ah”, yang dimaksud secara umum adalah Ziarah Jami‘ah Kabirah ini. Ziarah ini memiliki keistimewaan dari berbagai sisi:
1. Dari sisi sanad, ia termasuk ziarah yang paling sahih;
2. Dari sisi cakupan, ia paling menyeluruh dalam mencakup seluruh Imam Ahlulbait 'alaihimussalam;
3. Dari sisi lafadz, ia paling jelas, fasih, dan tertata;
4. Dari sisi makna dan kandungan, ia paling intim, baligh, dan sarat dengan makrifat;
5. Dari sisi kedudukan, ia termasuk ziarah dengan kedudukkan tertinggi.
Menurut Allamah Majlisi dan para ulama lainnya, Ziarah Jami‘ah Kabirah merupakan salah satu ziarah terbaik dan penuh makna, bahkan dapat disebut sebagai ensiklopedia ajaran Imamah dalam bentuk doa dan ziarah.
Allamah Majlisi setelah menukil Ziarah Jami‘ah Kabirah menyatakan: “Ziarah ini dari sisi sanad adalah yang paling sahih, dari sisi cakupan terhadap para Imam adalah yang paling lengkap dan paling umum, dari sisi lafaz paling jelas dan fasih, dari sisi makna dan kandungan paling baligh, serta dari sisi kedudukan dan martabat merupakan ziarah yang paling tinggi.”
Sementara itu, Majlisi Awwal—ayah dari Allamah Majlisi—dalam syarah kitab "Man La Yahduruhu al-Faqih (من لا یحضره الفقیه)' menegaskan: “Ziarah ini adalah ziarah terbaik dan paling sempurna dari ziarah-ziarah lainnya. Selama aku berziarah ke makam-makam para Imam, aku tidak pernah menziarahi mereka kecuali dengan membaca ziarah ini.”
A) Sekilas Kandungan Makrifat Ziarah Jami‘ah Kabirah
Ziarah Jami‘ah Kabirah merupakan khazanah berharga yang telah dikaji oleh banyak penulis dan peneliti dari berbagai sudut pandang. Poin pertama yang sangat menonjol dalam ziarah ini adalah penekanan pada prinsip tauhid dan pengenalan kepada Allah. Ayatullah Jawadi Amuli, dalam bukunya " Adab Fana-e Muqarrabin (ادب فنای مقربان)"—sebuah syarah atas Ziarah Jami‘ah Kabirah—menyatakan:
“Ziarah Jami‘ah Kabirah, yang berfungsi sebagai tafsir kedudukan Ahlulbait suci 'alaihimussalam, penjelasan kenabian dan imamah dalam balutan kekhalifahan, serta penjabaran mereka dalam kerangka wilayah, menempatkan pohon tauhid sebagai puncak dari seluruh makrifatnya. Oleh karena itu, sebelum menyampaikan penghormatan dalam fana’ para muqarrabin yang maksum, ziarah ini terlebih dahulu menyalakan pelita tauhid dan meneguhkan hakikat tunggal makrifat Ilahi dengan seratus kali takbir.”
B) Hubungan Imamah dan Tauhid serta Keterkaitan Pengenalan Imam dengan Pengenalan kepada Allah
Ziarah Jami‘ah Kabirah pada hakikatnya merupakan deskripsi yang tinggi, intim, dan sangat fasih tentang berbagai dimensi prinsip Imamah. Dalam pandangan Syiah, keberlangsungan agama sangat bergantung pada keyakinan dan keterikatan terhadap prinsip Imamah ini. Karena kandungan ziarah ini sarat dengan penjelasan mengenai kedudukan dan posisi para Imam Maksum 'alaihimussalam. Imam Ali Al-Hadi 'alaihissalam memerintahkan agar sebelum membaca Ziarah Jami‘ah Kabirah untuk mengucapkan takbir sebanyak seratus kali terlebih dahulu, agar tidak terjatuh ke dalam sikap berlebihan (ghuluw) terhadap mereka (Imam Maksum).
Dalam ziarah ini, Imam Ali Al-Hadi 'alaihissalam memperkenalkan kedudukan dan dimensi eksistensial para Imam Maksum 'alaihimussalam dalam tatanan penciptaan, serta peran mereka sebagai pembimbing dan pemberi hidayah dalam menyempurnakan potensi manusia dan menghilangkan dahaga ruhani umat dari mata air ilmu dan makrifat yang murni.
Ziarah Jami‘ah Kabirah menguraikan dengan jelas bagaimana para Imam berperan sebagai sarana limpahan rahmat Ilahi dan perantara hidayah, tanpa memisahkan mereka dari kehendak dan izin Allah Swt. Dalam ziarah ini, tentang para Imam Ahlulbait 'alaihimussalam diungkapkan pernyataan-pernyataan yang sangat luhur, di antaranya:
{...بِکُمْ فَتَحَ اللَّهُ وَ بِکُمْ یَخْتِمُ [اللَّهُ ] وَ بِکُمْ یُنَزِّلُ الْغَیْثَ، وَ بِکُمْ یُمْسِکُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَی الْأَرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ}
“Dengan perantaraan kalian Allah memulai penciptaan, dan dengan perantaraan kalian pula Dia mengakhirinya. Dengan perantaraan kalian Allah menurunkan hujan, dan dengan perantaraan kalian Dia menahan langit agar tidak jatuh ke bumi kecuali dengan izin-Nya.…”
Makna ungkapan ini menegaskan bahwa Ahlulbait alaihimussalam adalah cermin kemuliaan dan keagungan Ilahi. Berdasarkan kandungan Ziarah Jami‘ah Kabirah dan riwayat-riwayat lainnya, Ahlulbait alaihimussalam merupakan satu cahaya yang bersumber dari kehendak dan rahmat Allah Swt.
Dalam Ziarah Jami‘ah Kabirah, Ahlulbait Nabi Muhammad Saw digambarkan sebagai para penerus sah dan sejati Rasulullah Saw. Ziarah ini menyinggung secara fasih dan intim seluruh ajaran pokok Syiah, di antaranya: hubungan erat para Imam dengan Rasulullah Saw, penyebutan kedudukan ilmiah, akhlak, dan politik para Imam, keteladanan mereka sebagai uswah kehidupan, keterkaitan antara imamah dan tauhid, serta hubungan pengenalan Imam dengan pengenalan kepada Allah Swt.
Selain itu, ziarah ini juga mengangkat berbagai tema penting lainnya, seperti kemaksuman Ahlulbait alaihimussalam, kesatuan hakikat penciptaan mereka, konsep tawalli dan tabarri, raj‘ah, serta kepasrahan total kepada kepemimpinan ilahi.
Ziarah Jami‘ah Kabirah tidak hanya menjelaskan prinsip imamah, tetapi juga menyinggung secara jelas konsep Mahdawiyah, masa kemunculan Imam Mahdi 'alaihissalam, serta dampak dan hasil dari pemerintahan global beliau yang penuh keadilan.
Singkatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Ayatullah Jawadi Amuli, sebagaimana Doa Jausyan Kabir merupakan satu kurikulum lengkap tauhid dan makrifatullah yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw, maka Ziarah Jami‘ah Kabirah adalah satu kurikulum utuh pengenalan Imam, yang diajarkan oleh Imam Ali An-Naqi Al-Hadi 'alaihissalam dari Ahlulbait Rasulullah Saw kepada para pencari kebenaran, pengikut jalan imamah, dan penempuh jalan wilayah.
C) Ziarah Jāmi‘ah Kabīrah dalam Pandangan Para Ulama
Para ulama dan tokoh besar agama senantiasa menjadikan ziarah Jāmi‘ah Kabīrah sebagai bagian tetap dari kehidupan spiritual mereka. Mereka tidak hanya membacanya secara rutin, tetapi juga menganjurkannya kepada para murid sebagai sarana penguatan iman, makrifat, dan hubungan batin dengan Ahlulbait (a).
Dalam riwayat kehidupan Syaikh Anshari (rahimahullah)—seorang faqih besar dan rujukan ilmu pada masanya—disebutkan bahwa meskipun beliau sangat sibuk dengan aktivitas ilmiah, setiap hari tetap meluangkan waktu untuk membaca sebagian Al-Qur’an, menunaikan salat Ja‘far Thayyar, dan membaca ziarah Jāmi‘ah Kabīrah. Konsistensi ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan ziarah tersebut dalam membangun ruh keilmuan yang bersumber dari Ahlulbait 'alaihimussalam.
Ayatullah Qadhi (rahimahullah), sang guru para arif, dalam berbagai nasihat spiritualnya juga menganjurkan murid-muridnya untuk memperbanyak ziarah dan tawassul kepada para Imam suci. Secara khusus, beliau menekankan pembacaan ziarah Jāmi‘ah Kabīrah setiap hari Jumat, sebagai bekal ruhani dalam menapaki jalan kesempurnaan.
Demikian pula Ayatullah Mar‘asyi Najafi (rahimahullah), dalam wasiatnya, secara tegas menganjurkan agar ziarah yang penuh makrifat ini tidak ditinggalkan. Beliau berpesan: “Aku wasiatkan agar senantiasa membaca ziarah Jami‘ah Kabirah, meskipun hanya sekali dalam sepekan.”
Sementara itu, Ayatullah Bahjat (rahimahullah)—sosok yang dikenal dengan kearifannya—menyatakan bahwa: “Membaca ziarah Jāmi‘ah dan doa Kumail di Najaf dan Karbala pada malam Jumat, seakan-akan menjadi kewajiban bagi orang-orang pilihan.”
Diceritakan dalam kisah perjalanan spiritual almarhum Sayyid Ahmad bin Sayyid Hashim bin Sayyid Hasan Mousavi Rashti, ketika beliau melakukan perjalanan haji dan terpisah dari rombongan sehingga tersesat, Imam Zaman 'alaihissalam menasihatinya: “Dirikanlah shalat malam (naflah) agar kamu dapat menemukan jalanmu.” Beliau pun menunaikan shalat malam. Kemudian, Imam ‘Alaihissalām memerintahkan beliau untuk membaca Ziyarat Jamiah, yang beliau hafal, dan kemudian Ziyarat Ashura lengkap dengan seluruh doa dan salam, termasuk doa ‘Alaqamah’. Kemudian Imam Zaman menuntunnya naik kendaraan sambil berulang kali menekankan:“Mengapa kamu tidak membaca naflah? Nafilah, nafilah, nafilah.”; “Mengapa kamu tidak membaca Asyura? Asyura, Asyura, Asyura.”; “Mengapa kamu tidak membaca Jami‘ah? Jami‘ah, Jami‘ah, Jami‘ah.”, Kemudian, beliau berkata: " orang -orang yang sedang berwudhu di tepi sungai itu untuk menunaikan salat subuh, mereka adalah rombonganmu
Dalam catatan kehidupan Pemimpin Besar Revolusi, Imam Khomeini (rahimahullah), disebutkan bahwa selama 15 tahun di kota Najaf, beliau rutin setiap malam dan pada jam yang sama pergi ke makam suci Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam untuk membaca Ziarah Jamiah Kabirah, kecuali pada malam-malam beliau pergi ke Karbala atau saat sakit parah.
Referensi:
1. Kulliyyat Mafatih (edisi terbaru), hlm. 242.
2. Bihar al-Anwar, jilid 99, hlm. 144.
3. Raudhah al-Muttaqin , karya Muhammad Taqi Majlisi, jilid 5, hlm. 452.
4. Adab Fana-e Muqarrabin, karya Ayatullah Javadi Amuli, jilid 3, hlm. 147.
5. Raudhah al-Muttaqin, jilid 8, hlm. 666.
6. Tafsir Insan be Insan, karya Ayatullah Javadi Amoli, hlm. 261.
7. Adab Fana-e Muqarrabin, jilid 1, hlm. 87.
8. Shatt al-Sharab (Sungai Anggur; Tujuh Ratus Lima Puluh Ucapan tentang Akhlak dan Makrifat dari Ayatullah Bahjat), Butir 22, hlm. 64.
9. Usawah 'Arifan (Teladan Para Arif; Hal-hal yang Terucap dan Tak Terucap tentang Ayatullah Qadhi), karya Shadiq Hasan zadeh, hlm. 138.
10. Shatt al-Sharab, Butir 368, hlm. 255.
11. Najm al-Thaqib , karya Muhaddits Nuri, hlm. 664.
12. Shahifah al-Dil , karya Sayid Mujtaba Rudbari, jilid 1, hlm. 75.
Your Comment