Berita Hawzah– Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad 'alaihissalam dalam munajatnya di Sahifah Sajjadiyyah, berdoa kepada Allah Swt seperti ini:
¹{اَللَّهُمَّ لَکَ الْحَمْدُ عَلَی سِتْرِکَ بَعْدَ عِلْمِکَ}
"Ya Allah! Segala puji bagi-Mu, karena Engkau mengetahui dosa-dosa kami namun tetap menutupinya."
Penjelasan:
Salah satu ciri 'seorang hamba' adalah menjadi cermin yang memantulkan secara utuh sifat-sifat 'Sang Pemberi Nikmat' (Ma'bud). Oleh karena itu, ketika para Hawariyyun (pengikut setia) bertanya kepada Nabi Isa al-Masih 'alaihissalam, "Dengan siapakah kami harus bergaul (berteman)?", beliau menjawab:
²{مَنْ یُذَکِّرُکُمُ اَللَّهَ رُؤْیَتُهُ}
"(Berkumpullah dengan) Seseorang yang ketika engkau melihatnya, ia akan mengingatkanmu kepada Allah."
Allah Yang Maha Esa, meskipun mengetahui seluruh aib dan kekurangan hamba-Nya, serta berkuasa penuh untuk mempermalukan mereka, namun Dia justru menutupi segala aib tersebut. Maka mungkinkah seorang hamba tidak mewarnai dirinya dengan sifat-sifat Tuhan yang ia sembah? Bagaimana mungkin seorang hamba Tuhan yang Maha Penutup Aib justru menyingkap aib orang lain dan menyebabkan mereka dipermalukan karena aib-aibnya?!.
Menutupi aib sesama hamba memiliki nilai yang begitu tinggi di sisi Allah Swt, sehingga Dia pun menghendaki sifat mulia ini melekat pada diri hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, Imam Ja'far As-Shadiq 'alaihissalam bersabda:
³{مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ سَتَرَ اَللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ عَوْرَتَهُ یَوْمَ اَلْقِیَامَةِ وَ مَنْ هَتَکَ سِتْرَ مُؤْمِنٍ هَتَکَ اَللَّهُ سِتْرَهُ یَوْمَ اَلْقِیَامَةِ}
"Barangsiapa menutupi aib seorang mukmin, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang merobek tabir (membongkar aib) seorang mukmin, niscaya Allah akan merobek tabirnya (membongkar aib) pada hari kiamat."
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memperlakukan kita sebagaimana kita memperlakukan orang lain. Sebuah jalan yang dapat membantu kita dalam perjalanan menuju penghambaan sejati serta menghiasi diri dengan sifat ilahi, yaitu 'menutupi aib', adalah dengan memusatkan perhatian kita pada aib-aib diri sendiri, bukan pada aib-aib dan kekurangan orang lain. Sebagaimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam bersabda:
⁴{مَنْ أَبْصَرَ عَیْبَ نَفْسِهِ شُغِلَ عَنْ عَیْبِ غَیْرِهِ}
"Siapa yang melihat dan menyadari aib dirinya sendiri, ia akan terhalangi dari mengurusi aib orang lain". (Yakni, ia tidak lagi memiliki ruang atau kesempatan untuk mencari-cari kekurangan orang lain.)
Tentu perlu ditegaskan bahwa anjuran-anjuran yang telah disebutkan bukan berarti kita harus bersikap acuh tak acuh terhadap perbuatan dosa dan maksiat orang lain. Karena pada hakikatnya, perbuatan dosa dan maksiat adalah bentuk penyimpangan dari jalan hidayah (petunjuk). Oleh karena itu, seorang hamba sejati Allah Swt tidak mungkin bisa membiarkan seorang pun dari hamba-hamba Allah lainnya menjauh atau terpisah dari-Nya. Maka dari itu, dengan penuh kasih sayang dan secara tersembunyi, ia memberi tahu saudaranya tentang kesalahan atau kekurangannya.
Nilai perbuatan ini begitu tinggi hingga Imam Ja'far As-Shadiq 'alaihissalam bersabda:
⁵{أَحَبُّ إِخْوَانِی إِلَیَّ مَنْ أَهْدَی إِلَیَّ عُیُوبِی}
"Saudara yang paling aku cintai adalah orang yang menunjukkan aib-aib-ku". (Yakni, mengingatkan kesalahan kita dengan cara sembunyi-sembunyi dan tidak dihadapan khalayak umum.)
Catatan Kaki:
1. Doa ke-34 (dalam Shahifah Sajjadiyah).
2. Al-Kafi, Jilid 1, halaman 39.
3. Mustadrak al-Wasa'il, Jilid 9, halaman 109.
4. Tuhaf al-'Uqul, Jilid 1, halaman 88.
5. Al-Kafi, Jilid 2, halaman 639.
Your Comment