Berita Hawzah – Saeed Jalili, anggota Dewan Penentuan Kepentingan Negara, pada Senin pagi dalam pertemuan para pelajar agama dan ulama Kabupaten Urmia, Iran yang diselenggarakan di Madrasah Imam Khamenei, menegaskan bahwa memasuki hawzah adalah sebuah karunia besar Ilahi. Menurutnya, menjadi santri bukan sekadar pilihan baik, melainkan sebuah keharusan yang dibutuhkan oleh revolusi, negara, dan agama. “Di saat agama membutuhkan pertolongan, maka jalan ini harus dihargai. Saya bahkan merasa iri kepada kalian yang memilih jalan mulia ini,” ujarnya.
Jalili menambahkan, kondisi yang kini dialami umat adalah impian berabad-abad para ulama Syiah dan para pendahulu. “Mereka menunggu kesempatan ini, dan hari ini kita duduk di meja hasil perjuangan ilmiah selama berabad-abad,” katanya.
Sebagai wakil Pemimpin Revolusi di Dewan Keamanan Nasional, ia menekankan bahwa sejarah telah mencatat betapa besar pengorbanan Syiah untuk mencapai kondisi langka ini. “Kesempatan pemerintahan bagi Syiah adalah cita-cita lama, dan kini terwujud berkat karunia Allah SWT,” tegasnya.
Menurut Jalili, peluang besar ini sekaligus membawa tanggung jawab berat. “Dalam ajaran agama disebutkan, setiap kesempatan akan menjadi tanggung jawab yang kelak dipertanyakan di hari kiamat. Maka jalan ini bukan arena biasa,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa waktu para santri harus sepenuhnya dicurahkan pada bidang yang kelak akan dipertanyakan. “Menjadi santri adalah tugas penuh waktu. Tanggung jawabnya begitu besar sehingga tidak ada ruang untuk menyia-nyiakan waktu,” katanya.
Jalili kemudian menyinggung peran Imam Khomeini. “Imam tidak membiarkan pembahasan agama hanya tertinggal di buku, beliau membawanya ke tengah masyarakat. Itulah langkah besar Imam Khomeini. Barat membangun peradaban selama berabad-abad dan menyeretnya ke ranah sosial, ekonomi, dan politik. Imam melakukan hal serupa, bahkan lebih besar: membawa agama ke arena masyarakat dan membangun peradaban. Karena itu, perjuangan ini harus menyeluruh, dengan basis hawzah dan sumbernya Al-Qur’an serta riwayat Ahlulbait.”
Ia menekankan pentingnya kerja keras dan penguasaan dasar-dasar Islam. ia menyampaikan: “Jika kalian ingin berkhidmat kepada Islam dan Revolusi, maka harus bekerja keras dan memahami fondasi asli mazhab serta Islam. Lihatlah Imam Khomeini, beliau menulis karya-karya ma‘rifat yang sangat mendalam. Sebagian ditulis sejak usia 27 tahun, dan hingga usia 40 beliau telah menghasilkan lima hingga enam kitab ma‘rifat yang bernas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam empat dekade pertama kehidupannya, Imam benar-benar memahami dan menghayati persoalan-persoalan mendalam.”
Ia menekankan bahwa hawzah harus menyampaikan kerangka Islam murni kepada masyarakat dan menggambarkan visi besar. “Imam menegaskan, Basij dunia Islam harus memikirkan pembentukan pemerintahan Islam besar. Ini mungkin terjadi, karena Basij tidak terbatas pada Iran. Harus ada inti perlawanan di seluruh dunia untuk menghadapi Timur dan Barat. Tiga bulan setelah pesan itu, Imam menyampaikan Manifes Ruhaniyat. Maka tanggung jawab kita hari ini sangat berat: kita harus tahu apa yang terjadi di dunia,” jelasnya.
Ia menambahkan, saat ini dunia menghadapi perang total. “Musuh takut pada gagasan model ketiga perempuan yang lahir dari Islam. Mereka tahu peradaban yang dibangun selama lima abad bisa ditantang oleh model perempuan Muslim. Karena itu mereka berusaha mengacaukan opini, berpura-pura peduli pada perempuan di Iran, sementara terhadap pembantaian puluhan ribu perempuan dan anak-anak di Gaza mereka bungkam, bahkan berfoto bersama para pelaku,” tegasnya.
Jalili menekankan kembali: “Gudang kekuatan Republik Islam adalah madrasah-madrasah hawzah, tempat dimana Imam Khomeini dilahirkan. Kekuatan yang terbentuk dari sini tidak bisa dikalahkan musuh. Gudang kekuatan itu adalah ilmu-ilmu Ilahi yang diajarkan di hawzah. Ini adalah karunia besar Allah SWT yang harus kita jaga.”
Ia menutup dengan menegaskan bahwa yang menjadi faktor kemenangan Revolusi Islam adalah persatuan kata. Persatuan yang berporos pada Islam murni Muhammad dan kepemimpinan yang saleh. Karena itu, para santri harus berusaha memainkan peran mereka dengan lebih baik di bidang ini. Poros persatuan hari ini adalah Pemimpin Tertinggi Revolusi.
Your Comment