Dilansir dari Kantor Berita Hawzah, Ayatullah Hasyimi Ulya, pendiri Madrasah Qa'im (Afs),— dalam penjelasannya mengenai penggalan doa' yang berbunyi "وَ نَعُوذُ بِکَ مِنْ... یَتَهَضَّمَنَا السُّلْطَانُ" (Dan kami berlindung kepada-Mu dari... penguasa yang menzalimi kami) yang merupakan dari Doa ke-8 dalam sahifah sajjadiyah — yang diselenggarakan di masjid madrasah tersebut, beliau mengatakan: "Salah satu sifat seorang Syiah (atau secara umum muslimin) adalah mereka harus selalu menjadi pengikut sejati para Imam (as), dan senantiasa meneladani mereka, baik dalam pemikirannya maupun perbuatannya."
Mengutip bimbingan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, beliau mengingatkan: "Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam Khutbah 224 Nahj al-Balaghah menekankan kepada kita untuk menjauhi kezaliman. Kemudian beliau (Amirul Mukminin) bersabda: 'Dunia kalian di mataku lebih hina daripada sehelai daun yang digigit dan dikunyah didalam mulut seekor belalang', ini menunjukkan bahwa semua kesengsaraan manusia berasal dari hawa nafsu dan kesenangan duniawi yang fana. Hal Inilah yang menyeret manusia kepada kezaliman. Oleh karena itu, kezaliman adalah puncak dari semua dosa, baik itu zalim terhadap diri sendiri maupun zalim terhadap orang lain."
Dengan mengutip riwayat lainnya, beliau menyatakan: "Manusia dilarang untuk mencapai tujuannya dengan cara berbuat zalim, bahkan jika dirinya sendiri telah menjadi korban kezaliman orang lain. Dan, jika seseorang tidak dapat mengambil haknya dari yang berbuat zalim itu, maka ia harus berusaha untuk tidak terjatuh pada perbuatan menindas, menggunjing (ghibah), atau mencaci, yang semuanya adalah bentuk-bentuk kezaliman."
Ayatullah Hasyimi Ulya melanjutkan: "Dalam sebuah riwayat dari Imam Muhammad Al-Baqir as disebutkan:
ما یَأخُذُ المَظلومُ مِن دِینِ الظَّالِمِ أکثَرُ ممّا یَأخُذُ الظَّالِمُ مِن دُنیا المَظلومِ
"Tidaklah seorang yang terzalimi mengambil (bagian) dari agama si zalim, lebih banyak daripada apa yang diambil si zalim dari dunia orang yang terzalimi."
Berdasarkan riwayat ini, betapapun banyaknya harta dunia yang dirampas si zalim, orang yang dizalimi akan mengambil sesuatu yang lebih berharga darinya—yaitu agama dan akhirat si zalim. Alhasil, si zalim akan selalu menjadi pihak yang rugi."
Ustadz akhlak ini, dalam penjelasan dan penekanannya terhadap keyakinan Hari Kiamat, beliau mengatakan: "Rintangan terberat di hari Kiamat adalah ketika sekumpulan orang yang dizalimi mengejar-ngejar si zalim untuk mengambil hak mereka. Misalnya, seseorang yang telah berkhianat kepada suatu bangsa—dengan memegang tanggung jawab besar yang pada dasarnya bukan kapasitas nya—sehingga melakukan banyak kezaliman, seperti memberikan haknya orang yang berhak atas hal tersebut kepada orang lain.
Orang seperti ini akan memberikan seluruh amal kebajikannya untuk memuaskan semua pihak yang ia zalimi agar bisa melewati 'sirotul mustaqim' itu. Jika amal baiknya habis sebelum semua korban terbayarkan, maka dosa-dosa korban tersebut akan ditambahkan ke dalam dosa-dosanya. Ini akan berlanjut hingga ia membawa beban dosa dan azab bagi jutaan orang ke dalam neraka."
Ayatullah Hasyimi Ulya menegaskan: "Jika seseorang telah berbuat zalim, ia harus berusaha meminta maaf dan membujuk hati orang yang dizalimi, walaupun dengan mencium tangan mereka dan merendah dihadapan dia agar dimaafkan. Bagi mereka yang telah meninggal dan tidak dapat dijumpai, ia harus bersedekah atas nama mereka dan memohon kepada Allah agar para korban kezalimannya itu memaafkannya."
Your Comment