Berita Hawzah | Amirul Mukminin Ali (as) mengenai pentingnya diam menyatakan demikian:
بِکثْرَةِ الصَّمْتِ تَکونُ الْهَیبَةُ¹
"Banyaknya diam menyebabkan (seseorang) berwibawa dan kemuliaan."
Penjelasan:
Telah banyak pembicaraan mengenai pentingnya diam, dan begitu banyak hadis yang telah diriwayatkan mengenai topik ini.
Sebuah riwayat dari Imam Ja'far As-Shadiq as menyebutkan berbagai keutamaan yang sangat banyak bagi orang yang diam. Beliau bersabda:
"Diam adalah syi'ar para pencari hakikat yang sejati. Ia adalah kunci segala ketenangan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dalamnya terdapat keridhaan Allah, ringannya hisab, serta perlindungan dari kesalahan dan penyimpangan. Sungguh, Allah telah menjadikan diam sebagai penutup bagi orang yang bodoh,Perhiasan bagi orang yang berilmu, sarana mengendalikan hawa nafsu, latihan bagi jiwa, pemberi kelezatan dalam beribadah, peluntur kekerasan hati, sumber kesucian diri dan kewibawaan, serta wujud keluhuran budi. Maka, kunci mulutmu dari apa pun yang engkau tidak harus mengucapkannya, terutama ketika kau tidak menemukan orang yang layak untuk diajak bicara,atau orang yang (tidak) membantu (mu) untuk mengingat Allah SWT dan berada dijalan-Nya."²
Salah seorang sahabat Rasulullah SAW meletakkan kerikil di mulutnya. Ketika ingin berbicara, ia akan menimbang-nimbang (perkataannya). Jika perkataannya itu demi Allah SWT, barulah ia mengeluarkan kerikil dari mulutnya.³
Oleh karena itu, untuk terlindungi dari kesalahan, kekeliruan, dan dosa-dosa yang berakar dari membuka mulut (berbicara), kita harus menghiasi diri dengan kekuatan "diam". "Dan pertolongan hanyalah dari Allah."
"Keheningan adalah lautan, dan berbicara itu seperti sungai.
Lautan sedang mencarimu, janganlah engkau mencari sungai."⁴
Catatan Kaki:
1. Nahj al-Balāghah, Hikmah ke-224.
2. Misbāh asy-Syarī'ah, Jilid 1, Halaman 101.
اَلصَّمْتُ شِعَارُ اَلْمُحَقِّقِینَ بِحَقَائِقِ مَا سَبَقَ وَ جَفَّ اَلْقَلَمُ بِهِ وَ هُوَ مِفْتَاحُ کُلِّ رَاحَةٍ مِنَ اَلدُّنْیَا وَ اَلْآخِرَةِ وَ فِیهِ رِضَی اَللَّهِ وَ تَخْفِیفُ اَلْحِسَابِ وَ اَلصَّوْنُ مِنَ اَلْخَطَایَا وَ اَلزَّلَلِ وَ قَدْ جَعَلَهُ اَللَّهُ سِتْراً عَلَی اَلْجَاهِلِ وَ زَیْناً لِلْعَالِمِ وَ مَعَهُ عَزْلُ اَلْهَوَی وَ رِیَاضَةُ اَلنَّفْسِ وَ حَلاَوَةُ اَلْعِبَادَةِ وَ زَوَالُ قَسْوَةِ اَلْقَلْبِ وَ اَلْعَفَافُ وَ اَلْمُرُوَّةُ وَ اَلظَّرْفُ فَأَغْلِقْ بَابَ لِسَانِکَ عَمَّا لَکَ مِنْهُ بُدٌّ لاَ سِیَّمَا إِذَا لَمْ تَجِدْ أَهْلاً لِلْکَلاَمِ وَ اَلْمُسَاعِدَ فی اَلْمُذَاکَرَةِ لِلَّهِ وَ فِی اَللَّهِ.
3.Misbāh asy-Syarī'ah, Jilid 1, Halaman 101.
وَ کَانَ بَعْضُ أَصْحَابِ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّی اَللَّهُ عَلَیْهِ وَ آلِهِ یَضَعُ اَلْحَصَاةَ فِی فَمِهِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ یَتَکَلَّمَ بِمَا عَلِمَ أَنَّهُ لِلَّهِ وَ فِی اَللَّهِ وَ لِوَجْهِ اَللَّهِ أَخْرَجَهَا مِنْ فَمِهِ
4. Maulana Jalāluddīn Rūmī, Matsnawī Ma'nawī, Daftar (Jilid) Keempat.
Your Comment